Pancasila dan Ideologi Nasional
Bahan Ajar I
Mahasiswa Sms 4 - F PIA UMJ
Mahasiswa Sms 4 - F PIA UMJ
1.
Pengantar
Pancasila
adalah dasar falsafah Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945, di undangkan
dalam Berita Republik Indonesia tahun 11 No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh
UUD 1945. Dalam perjalanan sejarahnya, eksisitensi pancasila sebagai dasar filsafat
Negara Republik Indonesia telah mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi
politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaannya
yang seolah-olah berlindung di balik
legitimasi ideologi negara pancasila.
Dengan kata lain
pancasila hanya sebagai symbol formalitas saja namun tidak difungsikan sebagaimana
mestinya. Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta
pandangan hidup. Pada hal secara historis pancasila sudah melalui proses yang
panjang dan rumit terkait keberadaanya sebagai ideologi nasional dalam
kehidupan berpolitik bangsa kita.
2. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
a.
Pengertian Ideologi
Ideologi
berasal dan kata Yunani idein, yang berarti melihat, atau idea yang berarti
raut muka, perawakan, gagasan, buah pikiran, dan logia yang berarti ajaran. Ideologi
adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran (science des ideas). Di
dalam ensikiopedi populer politik pembangunan pancasila, ideologi merupakan
cabang filsafat yang mendasari ilmu-ilmu seperti etika dan politik. Ideologi dalam arti praktis
Ialah
kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap
menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik yang individual maupun yang
sosial.
b. Penerapan
Ideologi
Penerapan Ideologi dalam
kehidupan kenegaraan disebut politik dan oleh karena itu sering terjadi bahwa
ideologi dimanfaatkan untuk tujuan tertentu misalnya merebut kekuasaan. Ideologi
dalam kehidupan kenegaraan dapat diartikan sebagai suatu konsensus mayoritas warga
negara tenrang nilal-nilal dasar yang ingin diwujudkan dengan mendirikan
negara. Hal ini disebut philosofische grondslag atau weltanschauung yang berarti
pikiran-pikiran terdalam dan hasrat terdalam warga negaranya untuk di atasnya
didirikan negara.
3. Pendapat-Pendapat Para Pakar Tentang
Ideologi
a.
Padmo
Wahjono
Mengartikan
ideologi sebagai kesatuan yang bulat dan utuh dari ide-ide dasarnya. Menurut
pakar hukum tata negara ini ideologi merupakan suatu kelanjutan atau
konsekuensj daripada pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa, dan akan
berupa seperangkat tata nilai yang dicita-citakan akan direalisir di dalam
kehidupan berkelornpok. Ideologi mengandung kegunaan untuk memberikan
stabilitas arah dalam hidup berkelompok dan sekaligus memberikan dinamika gerak
menuju tujuan masyarakat atau bangsa.
b. Mubyarto
Pakar
ekonomi mengartikan bahwa ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan dan
simbol-simbol sekelompok masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan dan
pedoman karya (atau perjuangan) untuk rnencapai tujuan masyarakat atau bangsa.
c.
M.
Sastrapratedja.
Pakar
budaya ini mengartikan bahwa ideologi ialah seperangkat gagasan atau pemikiran
yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir suatu sistem yang teratur. Dalam
hubungan ini fungsi penting ideologi antara lain adalah untuk membentuk
identitas kelompok atau bangsa dan fungsi mempersatukannya. Ideologi mempunyai
kecenderungan untuk memisahkan in group (kita) dan out group (mereka). Bila
dibandingkan dengan agama, yang berfungsi mempersatukan orang dari berbagai
pandangan, bahkan dari berbagai ideologi, maka sebaliknya ideologi
mempersatukan orang-orang dari berbagai agama. Maka dari itu ideologi juga
berfungsi untuk mengatasi berbagai konflik atau ketegangan sosial menjadi
solidarity making dengan mengangkat berbagai perbedaan ke dalam tata nilai
lebih tinggi. Dalam fungsi pemersatuan dilakukan dengan merelativir keseragaman
atau keanekaragaman, misalnya dengan semboyan “kesatuan dalam perbedaan dan
perbedaan dalam kesatuan”, dan pada kasus tertentu ideologi juga dapat
menciptakan tata nilai lebih tinggi.
d.
Soediman
Kartohadiprodjo.
Semboyan seperti tersebut
diatas menjadi salah satu ekspresi jiwa bangsa Indonesia yang turun temurun,
yang asas-asasnya terdapat dalam hukum adat.
e. Soerjanto Poespowardojo.
Seorang
pakar sosiologi-budaya, mengartikan ideologi adalah kompleks pengetahuan dan
nilai, yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang atau masyarakat
untuk memahami jagatraya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk
mengolahnya.
f.
Franz
Magnis Suseno.
Seorang
pakar filsafat, mengartikan ideologi dalam arti luas, dan dalam arti sempit
sebagai berikut :
1)
Dalam
arti luas kurang tepat istilah ideologi dipergunakan untuk segala kelompok
cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang akan dijunjung
tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam arti ini keyakinan teantang negara dan
kesetiakawanan akan disebut ideologi. Penggunaan kata ideologi ini dianggap
tidak tepat, bahkan menyesatkan. Apalagi pada banyak orang kata ideologi langsung
menimbulkan asosiasi negatif. Orang biasanya tidak rela cita-citanya disebut
ideologi. Tetapi karena dalam bahasa Indonesia dan dengan mengikuti cara bicara
negara-negara komunis (yang mengaku Marxisme-Leninisme sebagai ideologi yang
mereka banggakan), maka kata ideologi adalah sebagai sesuatu yang positif,
yaitu sebagai nilai-nilai dan cita-cita yang luhur, yaitu dalam arti sebagai ideologi
terbuka.
2) Dalam arti sempit dan sebenarnya,
ideologi adalah gagasan atau teori menyeluruh tentang makna hidup dan
nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak. Ideologi dalam arti ini disebut ideologi tertutup karena
kemutlakannya tidak mengizinkan orang mengambil jarak terhadapnya. Disamping
kata ideologi, juga ada kata ideologis. Kata ini selalu berkonotasi negatif dan
tidak pernah dipakai dalam arti ideologi terbuka. Setiap usaha untuk
memutlakkan gagasan-gagasan tertentu disebut ideologis. Biasanya kata ideologis
sekaligus membawa konotasi bahwa gagasan-gagasan yang dimutlakkan itu
sebenarnya menyelubungi dan dengan demikian melindungi kepentingan-kepentingan
kekuasaan tertentu.
4. Kekuatan Ideologi.
Menurut
Alfian, seorang pakar ilmu politik, kekuatan suatu ideologi itu tergantung pada
kualitas 3 dimensi yang ada pada ideologi itu sendiri.
a.
Dimensi
realita, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalarn ideologi tersebut
secara riil berakar dalam dan/atau hidup dalam masyarakat atau bangsanya,
terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman
sejarahnya (menjadi volkgeist/jiwa bangsa).
b. Dimensi Idealisme, yaitu nilai-nilai
dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa
depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama
sehari-hari dengan berbagai dimensinya.
c.
Dimensi
fleksbilitas/dimensi pengembangan, yaitu memiliki keluwesan yang memungkinkan
dan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan
ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati
diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya, dan menurut pakar ini
Pancasila memenuhi ketiga dimensi tersebut.
5.
Pancasila
Sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila
sebagai ideologi mencerminkan seperangkat nilai terpadu dalam kehidupan politik
bangsa Indonesia, yaitu sebagai tata nilai yang dipergunakan sebagai acuan di
dalam kehidupan berrnasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semua gagasan-gagasan
yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini di tata
secara sistematis menjadi satu kesatuan yang utuh, Sebagai ideologi, Pancasila
berlaku sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan aktivitas di segala bidang,
dan karena itu sifatnya harus terbuka, luwes dan fleksibel, dan tidak bersifat
tertutup maupun kaku, yang akan menyebabkan ketinggalan zaman.
Pancasila
telah memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka, hal ini dibuktikan dan adanya
sifat-sifat yang melekat pada Pancasila sendiri maupun kekuatan yang terkandung
di dalamnya, yaitu memenuhi persyaratan kualitas 3 (tiga) dimensi di atas. Mengenai
pengertian Pancasila sebagai ideologi terbuka, bukanlah berarti bahwa nilai
dasarnya dapat diubah atau diganti dengan nilai dasar yang lain, karena bila
dipahamkan secara demikian (sebagai pemahaman yang keliru), hal itu sama
artinya dengan meniadakan Pancasila atau meniadakan identitas/ jati diri bangsa
Indonesia. Hal mana berlawanan dengan nalar dan tidak masuk akal. Maka di dalam
pengertian Pancasila sebagai ideologi terbuka itu mengandung makna bahwa
nilai-nilai dasar daripada Pancasila itu dapat dikembangkan sesuai dengan
dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman.
Pengembangan
atas nilai-nilai dasar Pancasila dilaksanakan secara kreatif dan dinamis dengan
mempenhatikan tingkat kebutuhan serta penkembangan masyanakat Indonesia
sendiri. Dengan demikian nilai-nilai dasan Pancasila perlu dioperasionalkan,
yaitu dijalankan dalam kehidupan sehani-hani. Nilai-nilai dasar Pancasila
seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan menjadi nilai
instrumental, dan penjabaran atas nilai instrumental ini tetap mengacu pada
nilai dasarnya, dan nilai instrumental menjadi nilai praksis.
Adapun dokumen
konstitusional yang disediakan untuk menjabarkan secara kreatif atas
nilai-nilai dasar tersebut antara lain dalam Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) yang menjadi wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan berupa
peraturan perundang-undangan, serta kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya. Budaya
asing yang bernilai negatif, misalnya tentang samen leven yang tidak dilarang
di dalam kehidupan budaya barat, akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang
mendasarkan diri pada sikap budaya dan pandangan moral religius, demikian pula
dengan pandangan keagamaan yang dikenal dengan sebutan children of god, ditolak
karena tidak sesuai dengan pandangan keagamaan yang telah dihayati oleh bangsa
Indonesia sejak lama.
6.
Mekanisme
Pengembangan Ideologi Pancasila
Pengembangan
atas nilai-nilai dasar Pancasila menjadi nilai-nilai instrumental atau
operasional dalam Garis-garis Besar Haluan Negara bukan sesuatu yang baru.
Formalnya dapat dikatakan bahwa pencanangan pembangunan nasional di segala
bidang yang meliputi bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya
dan pertahanan keamanan nasional (IPOLEKSOSBUD-HANKAMNAS) sebagaimana yang
tertuang dalam Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia (MPR-RI) dianggap sebagai salah satu wujud pengembangan daripada
nilai-nilai dasar Pancasila.
Di
lingkungan praktisi, sudah selayaknya bila mengembangkan nilai-nilai
operasional Pancasila, sedangkan di lingkungan ilmuwan dan pengamat, yang
seringkali mendasarkan pada ilmu pengetahuan baik secara perbandingan maupun
secara kedalaman, maka sesuai dengan tuntutan modern tentang ilmu pengetahuan,
dituntut suatu aspek amaliah yang senantiasa berorientasi pada suatu gagasan
dasar atau ideologi. Adapun di lingkungan organisasi kemasyarakatan
pengembangan nilai-nilai operasional ini telah dimulai pengembangan yang
dilakukan secara perorangan, kemudian dikembangkan melalui kelompok organisasi
(kemasyarakatan) dan setelah itu ditampung oleh organisasi sosial politik,
serta pada tahap benkutnya terjadi proses pelembagaan di lembaga formal, yaitu
lembaga perwakilan permusyawaratan.
Alur semacam mi perlu
dibudayakan sebagai budaya politik karena budaya politik itu pada dasarnya
merupakan pengembangan ideologi Pancasila. Kegiatannya dapat beragam, dan
berkumpul atau mengadakan pertemuan-pertemuan ilmiah, muktamar organisasi dan
sebagainya.
7.
Pemahaman
Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Apabila dalam bidang
ilmu pengetahuan orang berbicara mengenai masalah pemahaman, maka yang demikian
ini mengandung makna sejumlah pengertian tertentu, yaitu :
a.
Pemahaman
dengan menggunakan akal budi sebagai sarananya,
b. Pemahaman dengan menggunakan akal
pikirana sebagai sarananya,
c. Pemahaman dengan menggunakan alat
inderawi sebagai sarananya.
Dapat pula dikatakan bahwa pemahaman
yang pertama dinamakan pemahaman secara ilmiah-kefilsafatan (yang bertintikan
pemahaman secara metafisik). Pemahaman yang kedua dinamakan pemahaman secara
ilmiah-terapan. Dengan berlandaskan susunan sistematik yang demikian ini
berarti bahwa apabila dihubungkan dengan masalah pancasila akan kita dapati
skema atau bagian tentang pancasila sebagai berikut :
a. Filsafat Pancasila
b. Ilmu Pancasila
c. Ideology Negara Pancasila
8.
Ciri-Ciri
Pokok Ideologi Negara Pancasila
Pancasila
sebagai ideology Negara dapat ditafsirkan berdasar atas paham instrumentisme
dan dapat pula ditafsirkan atas paham motivasionisme. Di samping itu, apabila
dikehendaki dan yang demikian ini kiranya paling sesuai dengan kepribadian
bangsa kita, ditafsirkan berdasar atas paham sintetisme. Dalam hal yang
terakhir ini, dalam pelaksanaannya, ideology negara pancasila itu meskipun
bersifat sintetik, namun pada dasarnya lebih cenderung kepada paham
motivaniosme. Bagaimanapun juga, apabila pancasila sebagai ideology negara itu
merupakan semacam ancaman paham sintetisme, berarti bahwa setidak-tidaknya
dalam pelaksanaannya sama-sama memperhatikan tujuan maupun cara-cara untuk
mencapai tujuan tersebut.
Secara umum, ideology
adalah sekumpulam keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan, gagasan-gagasan
yang menyangkut serta mengatur tingkah laku sekelompok manusia tertentu dalam
berbagai bidang kehidupan. Secara garis besar kita dapati lima bidang kehidupan
yang pokok, yaitu :
a.
Bidang
politik (termasuk di dalamnya bidang pertahanan/keamanan)
b. Bidang sosial
c. Bidang ekonomi
d. Bidang kebudayaan
e.
Bidang
keagamaan
Dengan
5 bidang tersebut di atas, ideologi dalam pengertian umum merupakan sistem-sistem nilai yang meliputi
kelima bidang kehidupan dimaksud. Hal ini berarti bahwa dalam kenyataannya kita
dapati ideology politik atau tata nilai politik, ideology social atau tata
nilai social, ideology ekonomi atau tata nilai ekonomi. Ideology kebudayaan
atau tata nilai kebudayaan, dan ideologi keagamaan atau tata nilai keagamaan sehingga
dapat dikatakan bahwa paham sintetisme yang memadukan paham instrumentisme dan
paham motivasionisme tersebut diterapkan pula dalam berbagai bidang kehidupan.
Bahwa sesungguhnya tata politik (termasuk juga tata hankam) didasarkan atas
paham sintetisme di bidang ideologi tadi, dan begitu juga tata sosial, tata
ekonomi, tata kebudayaan serta tata keagamaan.
Komentar
Posting Komentar