UNBOR - Dasar Konstitusional Dan Kebijakan Dalam GBHN Dan Repelita - KLS R


Bahan Ajar V - VI

(Ketentuan UUD 1945 , Arahan GBHN dan Repelita)

A.     UU No. 4 Tahun 1982 Tentang UULH  dan UU No. 23 Tahun 1997 Tentang UUPLH
1.      Sejarah
Penyusunan RUU Lingkungan Hidup telah dimulai pada tahun 1976 dan ditingkatkan dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pembinaan Hukum dan Aparatur dalam Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup dalam bulan Maret 1979 oleh Menteri Negara PPLH.               Pada Tanggal 16 s/d 18 Maret 1981 telah diadakan rapat antar Departemen, guna membicarakan naskah RUU yang disiapkan oleh Kelompok Kerja PPLH.  Dengan surat Presiden tertanggal 12 Januari 1982 RUU Lingkungan Hidup disampaikan kepada Pimpinan DPR. Badan Musywarah DPR memutuskan untuk membentuk Panitia Khusus (PANSUS) guna menangani RUU Lingkungan Hidup ini.
Pada tanggal 25 Februari 1982 dengan aklamasi RUU Lingkungan Hidup hasil Pansus disetujui Sidang Paripurna DPR. Pada tanggal 11 Maret 1982 telah disahkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan penandatanganan oleh Presiden Republik Indonesia, dan diundangkan pada hari yang sama dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 12. Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup ini disingkat dengan UULH.
2.      Alasan Diajukannya RUU Lingkungan Hidup
Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup didasarkan atas alasan-alasan sebagai berikut:
1)      Di dalam Repelita III, Bab 7 tentang “Sumber Alam dan Lingkungan Hidup”  tertera petunjuk mengenai perlunya Undang-Undang yang membuat ketentuan-ketentuan pokok tentang masalah lingkungan.  Hal ini berarti bahwa Pemerintah berkewajiban untuk mengusahakan terbitnya Undang-Undang tersebut dalam kurun waktu Repelita III.
Petunjuk tersebut di atas adalah sebagai berikut:
(1)    “Sementara itu, bersamaan dengan pembuatan peraturan perundang-undangan secara sektoral sesuai dengan kepentingan perlindungan dan pembangunan lingkungan hidup di masing-masing bidang, perlu pula segera digarap suatu Undang-Undang yang memuat ketentuan-ketentuan pokok tentang masalah lingkungan yang menyangkut pengaturan:
(a)      pemukiman manusiawi dan linkungan hidup;
(b)     pengelolaan sumber daya alam;
(c)      pencemaran lingkungan hidup
(d)     yurisdiksi departemen-departemen di bidang lingkungan hidup
(2)    Undang-Undang yang memuat azas serta prinsip-prinsip pokok tentang perlindungan dan pengembangan lingkungan hidup ini beserta sanksi-sanksinya akan merupakan dasar bagi semua peraturan perundang-undangan lainnya yang diciptakan secara sektoral. Dalam merumuskan berbagai peraturan perundang-undangan tersebut di atas, perlu diperhatikan azas serta prinsip-prinsip yang digunakan oleh konvensi-konvensi internasional di bidang lingkungan hidup.
(3)    Peraturan perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok kebijaksanaan di bidang lingkungan secara menyeluruh dan peraturan perundang-undangan secara sektoral yang dilengkapi peraturan pelaksanaan serta tatacara pelembagaannya perlu dikembangkan lebih cepat, agar kesimpang-siuran wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup dapat dikurangi.
(4)    Analisa pengaruh lingkungan yang telah dibuat oleh proyek-proyek perlu diikuti oleh tatacara pelembagaannya, agar koordinasi dalam penilaian suatu proyek atau kegiatan dapat dilakukan dengan baik, sehingga hambatan-hambatan proseduril dapat dihilangkan. Keseluruhan pertuaran perundang-undangan tersebut selanjutnya akan membina suatu sistem hkum lingkungan nasional.”
2)         Peraturan perundang-undangan yang ada kurang memuat segi lingkungan hidup. Sebaliknya perkembangan kesadaran lingkungan sudah meningkat di kalangan produsen selaku “perusak lingkungan potensial” dan di kalangan konsumen masyarakat umum selaku “penderita kerusakan lingkungan potensial”. Maka perlu dikembangkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kebutuhan dan peningkatan kesadaran lingkungan dalam masyarakat.
3)         Indonesia mulai memasuki tahap industrialisasi bersamaan dengan peningkatan pengembangan pertanian, sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan secara bertahap yang bertujuan: (1) meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat, serta (2) meletakkan landasan yang kuat untuk pembangunan tahap berikutnya. Dalam rangka peletakkan landasan pembangunan yang kut ini tersimpul keperluan mengusahakan pembangunan tanpa merusak lingkungan serta mengelola sumber alam secara bijaksana untuk bisa menopang tahapan pembangunan jangka panjang.
4)      Arah pembangunan jangka panjang tertuju kepada pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh Masyarakat Indonesia, seperti tercantum dalam GBHN yang berarti:
(1)      mengejar kemajuan lahiriah, seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan lain-lain;
(2)      mengejar kepuasan batiniah, seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggungjawab, rasa keadilan, dan lain-lain;
(3)      keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara kemajuan lahir dan kepuasan batin tersebut di atas;
(4)      pembangunan yang merata di seluruh tanah air dan benar-benar dirasakan seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup berkeadilan sosial;
(5)      terciptanya keselarasan hubungan antara manusia dan Tuhannya;
(6)      terciptanya keselarasan hubungan antara individu dengan masyarakat;
(7)      terciptanya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya;
(8)      keserasian hubungan antara bangsa-bangsa;
(9)      keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dan mengejar kebahagiaan di akhirat
5)      Kehidupan manusia dan masyarakat yang serba selaras sebagai tujuan akhir pembangunan nasional yang secara ringkas disebut masyarakat maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila
Tersimpul di sini keselarasan manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan pembangunan jangka panjang, sehingga sifat pembangunan memiliki wawasan lingkungan hidup yang perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan.
3.       Pertimbangan Digantikannya UU No. 4 Tahun 1982 dengan UU No. 23 Tahun 1997
1)     Bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dn rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;
2)     Bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seprti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan;
3)     Bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
4)     Bahwa penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup;
5)     Bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3125) perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;
6)     Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e di atas perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
B.      Dasar Konstitusional dan Kebijaksanaan dalam GBHN dan Repelita
Kaidah dasar yng melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke-4 yang berbunyi: “Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluh rakyat Indonesia.”
Ketentuan ini menegaskan “Kewajiban Negara” dan “Tugas Pemerintah” untuk melindungi segenap sumber-sumber insani Indonesia dalam lingkungan hidup Indonesia guna kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia dan segenap umat manusia. Pemikiran dasar tersebut di atas dirumuskan lebih konkrit dalam pasal 33 ayat (3) sebagai berikut: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”. Jelaslah ketentuan tersebut memberikan “hak penguasaan” kepada negara atas seluruh sumber daya alam Indonesia dan memberikan “kewajiban kepada negara” untuk menggunakannya bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Ketentuan-ketentuan dasar tersebut di atas dijabarkan oleh MPR dalam Tap MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN, pada Bab III, butir 10 dari Pendahuluan yang berbunyi sebagai berikut: “Dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam Indonesia harus digunakan secara rasioniil. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.”
Penjabaran lebih lanjut tentang hal ini tercantum dalam Keputusan Presiden R.I. No. 11 Tahun 1974 tentang Repelita II Bab 4 mengenai Pengelolaan Sumber-Sumber Alam dan Lingkungan Hidup. Kebijaksanaan lingkungan ini lebih disempurnakan lagi dalam Tap MPR-RI No. IV Tahun 1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, dengan penjabaran yang lebih terperinci dalam Keppres RI No. 7 Tahun 1979 tentang Repelita III Bab 7 tentang Pengelolaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup, yang mengetengahkan langkah-langkah pengelolaan yang akan ditempuh selama Repelita III, antara lain pembinaan hukum dan aparatur. Kebijaksanaan lingkungan dan penjabarannya dicantumkan dalam GBHN-GBHN dan Repelita-Repelita selanjutnya yang senantiasa meningkat.
Materi bidang lingkungan sangat luas mencakup segi-segi ruang angkasa, puncak gunung sampai ke perut bumi dan dasar laut, dan meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, dan sumber daya buatan. Materi seperti ini tidak mungkin diatur secara lengkap dalam stu Undang-Undang, tetapi memerlukan seperangkat peraturan perundang-undangan dengan arah dan ciri yang serupa. Karena itu sifat UULH/UUPLH mengatur “ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup.”. UULH memuat asas dan prinsip pokok bagi pengelolaan lingkungan hidup, sehingga berfungsi sebagai ”payung” (umbrella act) bagi penyusunan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan bagi penyesuaian peraturan perundang-undangan yang telah ada.


=======================================================


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendorong Wirausaha (2)

ANALISIS TONGGAK-TONGGAK SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

HUBUNGAN PSIKOLOGI DAN ILMU-ILMU LAIN