UMJ - Pancasila Sebagai Falsafah Hidup Bangsa Indonesia
Bahan 6
(Pengertian, Obyek, Tujuan dan Kegunaan Filsafat)
A.
Pengertian Filsafat
Filsafat dalam bahasa Inggris,
yaitu philosophy. Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia,
yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan,
tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan,
keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Secara etimologi, filsafat
berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos
(filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan
arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan
hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan
akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.
Sebelum Socrates ada satu
kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum sofis) yang berarti
cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai ukuran realitas dan
menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan mereka. Sehingga kata
sofis mengalami reduksi makna yaitu
berpikir yang menyesatkan. Socrates karena kerendahan hati dan menghindarkan
diri dari pengidentifikasian dengan kaum sofis, melarang dirinya disebut dengan
seorang sofis (cendekiawan). Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk
memahami segala sesuatu secara,
sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan
sebuah produk.
Defenisi kata filsafat bisa
dikatakan merupakan sebuah masalah falsafi pula. Menurut para ahli logika
ketika seseorang menanyakan pengertian (defenisi/hakikat) sesuatu, sesungguhnya
ia sedang bertanya tentang macam-macam perkara. Tetapi paling tidak bisa
dikatakan bahwa “falsafah” itu kira-kira merupakan studi yang didalami tidak
dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk ini, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhirnya dari
proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke dalam sebuah dialektika. Dialektika
ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk daripada dialog.
Plato (427–348 SM) menyatakan
filsafat ialah pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli.
Sedangkan Aristoteles (382–322 SM) mendefenisikan filsafat ialah ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Sedangkan
filosof lainnya Cicero (106–043 SM) menyatakan filsafat ialah ibu dari semua
ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu pengetahuan terluhur dan
keinginan untuk mendapatkannya. Menurut Descartes (1596–1650), filsafat ialah
kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok
penyelidikannya.
Filsafat Indonesia adalah
suatu Filsafat khas yang ‘tidak Barat’
dan ‘tidak Timur’, yang amat
jelas termanifestasi dalam ajaran filosofis mupakat, pantun-pantun, Pancasila, hukum adat, ketuhanan, gotong-royong,
dan kekeluargaan Nasroen. Filsafat Indonesia ialah "sebutan umum untuk tradisi
kefilsafatan yang dilakukan oleh penduduk yang mendiami wilayah yang belakangan
disebut Indonesia. Filsafat Indonesia diungkap dalam pelbagai bahasa yang hidup
dan masih dituturkan di Indonesia (sekitar 587 bahasa) dan 'bahasa persatuan'
Bahasa Indonesia, meliputi aneka mazhab pemikiran yang menerima pengaruh Timur
dan Barat, disamping tema-tema filosofisnya yang asli."
B. Obyek Filsafat
Pada mulanya kata filsafat
berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia yang kemudian membagi
filsafat kepada dua bagian sebagai obyek yakni filsafat teoretis dan filsafat
praktis.
1. Filsafat teoretis mencakup:
(1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu
pertambangan, dan astronomi;
(2) ilmu eksakta dan matematika;
(3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika.
2. Filsafat praktis mencakup:
(1) norma-norma (akhlak);
(2) urusan rumah tangga;
(3) sosial dan politik.
Immanuel
Kant (1724–1804) menegaskan bahwa filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi
pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya 4 persoalan:
a. Apakah yang dapat kita
ketahui?
Jawabannya
termasuk dalam bidang metafisika.
b. Apakah yang seharusnya kita
kerjakan?
Jawabannya
termasuk dalam bidang etika.
c. Sampai di manakah harapan
kita?
Jawabannya
termasuk pada bidang agama.
d. Apakah yang dinamakan manusia
itu?
Jawabannya termasuk pada bidang antropologi.
C.
Tujuan
Filsafat
1. Berpikir kritis yaitu usaha
secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti
dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu
diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu
titik tertentu (Takwin, 2001).
2. Adapun beberapa pengertian
pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof adalah:
a) Upaya spekulatif untuk
menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
b) Upaya untuk melukiskan
hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata.
c) Upaya untuk menentukan
batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber daya, hakikatnya, keabsahannya,
dan nilainya.
3. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan
yang diajukan oleh berbagai bidang
pengetahuan.
4. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu melihat apa yang dikatakan
dan untuk menyatakan apa yang dilihat.
Filsafat
Indonesia,
sebagai sebuah istilah, memiliki tiga arti sebagai tujuan tujuan:
1. Sebuah nama generik untuk
tradisi berpikir yang memiliki perjalanan historis yang sangat panjang,
terentang sejak kebudayaan neolitikum berkembang (sekitar tahun 3500 sampai
2500 Masehi) di mana komunitas manusia pribumi membentuk kesatuan suku-suku dan
etnisitas, hingga kemunculan gerakan nasional di awal abad 20 Masehi, yang
mempersatukan suku-suku pribumi ke dalam entitas baru yang dinamakan 'Negara
Kesatuan Republik Indonesia' (NKRI), yang terus berlanjut hingga saat ini;
2. Sebuah nama kajian baru dalam
disiplin ilmu filsafat yang berkembang di Indonesia, dipelopori oleh Mohamad
Nasroen (1907-1968), yang berupaya menggali dan menemukan orisinalitas dan
otentisitas dalam tradisi filosofis Indonesia; Arti ini muncul ketika Mohammad
Nasroen memelopori kajian baru, ‘Filsafat Indonesia’. Kajian baru tersebut
mencoba menggali unsur-unsur filosofis yang orisinal dalam tradisi kefilsafatan
Indonesia. Orisinalitas terdapat dalam tradisi filsafat etnis, yaitu 'filsafat'
yang dikembangkan oleh suku-suku etnis asli Indonesia di era pra-NKRI. Untuk
membahas filsafat etnis tersebut, ia menulis tiga karya yang dewasa ini
dianggap amat klasik: Dasar Falsafah
Adat Minangkabau (1957), Falsafah
Adat Minangkabau (1963), dan Falsafah
Indonesia (1967). Dari karya ketiganya itulah istilah 'Filsafat
Indonesia' berasal.
3. Segala produksi pemikiran yang
dihasilkan oleh sarjana filsafat lulusan sekolah tinggi, universitas atau
akademi jurusan Filsafat di Indonesia, yang banyak didirikan oleh pastor
Katolik-Roma sejak awal abad 20 M.
D. Kegunaan Filsafat
Setidaknya ada tiga
karakteristik berpikir filsafat yang merupakan kegunaan filsafat yakni:
1.
Sifat menyeluruh :
Seseorang
ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya mengenal ilmu hanya dari segi pandang
ilmu itu sendiri. Dia ingin tahu hakikat ilmu dari sudut pandang lain,
kaitannya dengan moralitas, serta ingin yakin apakah ilmu ini akan membawa
kebahagian dirinya. Hal ini akan membuat ilmuwan tidak merasa sombong dan
paling hebat. Di atas langit masih ada langit. contoh: Socrates menyatakan dia
tidak tahu apa-apa.
2.
Sifat mendasar :
Sifat
yang tidak saja begitu percaya bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu itu benar?
Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah
kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah
pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai dengan menentukan titik yang
benar.
3.
Spekulatif:
Dalam
menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal sebuah lingkaran yang
sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sebuah sifat spekulatif baik sisi
proses, analisis maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana yang
logis atau tidak. Sir Isacc Newton, seorang ilmuwan yang sangat terkenal,
President of the Royal Society memiliki ketiga karakteristik ini.
Ada
banyak penyempurnaan penemuan-penemuan ilmuwan sebelumnya yang dilakukannya.
Dalam pencariannya akan ilmu, Newton tidak hanya percaya pada kebenaran yang
sudah ada (ilmu pada saat itu). Ia menggugat (meneliti ulang) hasil penelitian
terdahulu seperti logika aristotelian tentang gerak dan kosmologi, atau logika
cartesian tentang materi gerak, cahaya, dan struktur kosmos. “Saya tidak
mendefenisikan ruang, tempat, waktu dan gerak sebagaimana yang diketahui banyak
orang” ujar Newton. Bagi Newton tak ada keparipurnaan, yang ada hanya pencarian
yang dinamis, selalu mungkin berubah dan tak pernah selesai. “ku tekuni sebuah
subjek secara terus menerus dan ku tunggu sampai cahaya fajar pertama datang
perlahan, sedikit demi sedikit sampai betulbetul terang”.
Sejak itu, istilah 'Filsafat Indonesia' berarti tradisi filsafat etnis
pribumi. 'Filsafat Indonesia' dalam arti 2 ini pun terus digunakan oleh
filosof-filosof lainnya. Jakob membahas ‘Ringkasan Sejarah Kerohanian
Indonesia’, yang secara kronologis memaparkan sejarah Filsafat Indonesia dari
‘era primordial’, ‘era kuno’, hingga ‘era madya’. Dengan berbekal hermeneutika
strukturalist yang sangat dikuasainya, Jakob menelusuri medan-medan makna dari
budaya material (lukisan, alat musik, pakaian, tarian, dan lain-lain) hingga
budaya intelektual (cerita lisan, pantun, legenda rakyat, teks-teks kuno, dan
lain-lain) yang merupakan warisan filosofis agung dari suku-suku etnis asli
Indonesia. Jakob pun menyinggung ‘Filsafat Indonesia Modern’, yang secara
radikal amat berbeda ontologi, epistemologi, dan aksiologinya dari ‘Filsafat
Indonesia Lama’. Definisinya tentang Filsafat Indonesia sama dengan
pendahulu-pendahulunya, yakni, “pola
pikir dasar yang menstruktur seluruh bangunan karya budaya…’ dari suatu
kelompok etnik di Indonesia. Maka, jika disebut ‘Filsafat Etnik Jawa’, artinya ‘…filsafat [yang] terbaca dalam cara masyarakat Jawa menyusun
gamelannya, menyusun tari-tariannya, menyusun mitos-mitosnya, cara memilih
pemimpin-pemimpinnya, dari bentuk rumah Jawanya, dari buku-buku sejarah dan
sastra yang ditulisnya…’ (J.Sumardjo 2003:116).
Arti 3 mulai digunakan sejak Finngeir Hiorth meneliti tradisi kefilsafatan
di Indonesia dari sejarah kemunculannya. Dalam dua karyanya, Filosofi i
Indonesia (1981) dan Philosophers in Indonesia: South East Asian
Monograph Series No.12(1983), Hiorth menegaskan bahwa tradisi kefilsafatan
di Indonesia muncul manakala seminari-seminari atau lembaga pendidikan tinggi
Katolik-Roma banyak didirikan di Indonesia pada awal abad 20 M. Lembaga
pendidikan tinggi tersebut didirikan oleh pastor-pastor asing dari Eropa, yang
sekaligus mengajarkan teologi dan filsafat dari tradisi Barat. Sekolah ini
banyak meluluskan sarjana filsafat, yang nantinya semua pemikiran mereka
mengisi tradisi kefilsafatan di Indonesia. Kata 'filsafat' itu sendiri memang
berasal dari tradisi Barat-Modern, tepatnya dari bahasa Belanda 'philosophie'.
Yang dipelajari pun adalah 'Filsafat Barat Klasik', 'Filsafat Barat-Kristiani
(Abad Tengah)', dan 'Filsafat Barat Modern'. Masuknya kata asing itu ke dalam
khazanah Bahasa Indonesia berarti menandakan kemunculan tradisi 'filsafat' di
Indonesia.
Arti 1 mau menjembatani 'jurang generasi' yang dimunculkan oleh dua kelompok
peneliti tradisi filsafat di Indonesia tadi. Kelompok filosof yang memegang
arti 2 terlalu mementingkan tradisi filsafat etnis dan mengabaikan tradisi
filsafat yang muncul ketika kesatuan etnis melebur ke dalam kesatuan Republik
(NKRI). Sedangkan kelompok filosof yang memegang arti 3 cenderung menafikan
keberadaan tradisi filsafat etnis pribumi dan mengutamakan tradisi filsafat
yang dikembangkan pastor-pastor Katolik Roma yang kebarat-baratan. Arti 1
mencoba untuk merangkul semua pengertian yang dipahami oleh baik kelompok yang
memegang arti 2 maupun yang memegang arti 3.
Komentar
Posting Komentar