Agrarische Wet Stb. 1870 No.55
Bahan 3
1. Agrarische Wet Stb. 1870 No.55
Berlakunya Agrarische Wet politik monopoli (politik kolonial konservatif) dihapuskan dan digantikan dengan politik liberal yaitu pemerintah
tidak ikut mencampuri di bidang usaha, pengusaha
diberikan kesempatan dan kebebasan mengembangkan usaha dan modalnya dibidang pertanian di Indonesia
Agrarische Wet merupakan hasil rancangan
dari wet (undang-undang
yang diajukan oleh Menteri jajahan de Waal. Agrarische Wet diundangkan dalam Stb.1870 No.55, sebagai tambahan ayat-ayat baru
pada Pasal 62
Regering Reglement (RR) Stb.1854 No.2. Pasal 62 RR ini kemudian menjadi Pasal 51 Indische Staatsregeling
(IS), Stb.1925 No. 447.
Isi pasal 51 IS
adalah sebagai berikut:
a. Gubernur
Jenderal tidak boleh menjual tanah
b. Dalam
tanah diatas tidak termasuk tanah-tanah yang tidak luas, yang
diperuntukkan bagi perluasan kota dan desa serta pembangunan kegiatan-kegiatan usaha
c. Gubernur
Jenderal dapat menyewakan tanah menurut ketentuanketentuan yang
ditetapkan dengan Ordonasi
d. Menurut
ketentuan yang ditetapkan dengan Ordonasi diberikan tanah dengan Hak Erfpacht selama tidak lebih dari 75 tahun.
e. Gubernur
Jenderal menjaga jangan sampai terjadi pemberian tanah yang
melanggar hak-hak pribumi.
f. Gubernur
Jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah kepunyaan rakyat
g.
Tanah-tanah yang dipunyai oleh orang-orang
pribumi dengan hak pakai pribadi yang turun temurun (yang
dimaksud adalah hak milik adat) atas permintaan
pemiliknya yang sah dapat diberikan kepada nya dengan hak eigendom
h. Persewaan
atau serah pakai tanah oleh orang-orang pribumi kepada non
pribumi dilakukan menurut ketentuan yng diatur dengan ordonasi
Agrarische Besluit Stb.1870 No.118
Salah satu ketentuan pelaksanaan Agrarische Wet adalah Agrarische
Besluit, yang dimuat dalam Stb.1870 Nomor
118. Pasal 1 Agrarische Besluit memuat suatu pernyataan yang dikenal dengan Domein Verklaring (pernyataan kepemilikan), yang pada garis besarnya
berisi asas bahwa semua tanah yang pihak lain
tidak dapat membuktikan sebagai
hak eigendomnya adalah domein(milik)
Negara
2.
Domein
Dua jenis tanah di Hindia Belanda dengan adanya pernyataan Domein :
a. Virjlands Domein atau tanah Negara bebas, yaitu tanah yang diatasnya tidak ada hak penduduk bumiputera
b. Onvrijlands Domein atau tanah Negara tidak bebas, yaitu tanah yang diatasnya ada hak penduduk
maupun desa
Domein Verklaring
mempunyai 2 fungsi:
a.
Sebagai landasan
hukum bagi pemerintah
kolonial untuk dapat memberikan tanah dengan hak barat seperti yang diatur dalam KUH Perdata, misalnya hak eigendom, hak opstal, hak erfpacht
b.
Untuk keperluan
pembuktian, yaitu apabila negara berpekara, maka negara tidak perlu membuktikan haknya.
Sifat dualisme hukum
tersebut meliputi
bidang-bidang, yaitu
a. Hukum
Pada saat yang sama
berlaku macam- macam hukum agraria, yaitu hukum agraria barat, hukum agraria adat, hukum agraria swapraja dan hukum agraria antar golongan.
b. Hak atas tanah
Berlaku
bermacam-macam hak atas tanah yang berbeda hukumnya,
yaitu :
1) Hak atas tanah yang tunduk pada Hukum agraria Barat
yang diatur dalam
KUHPerdata, misalnya hak eigendom,hak opstal,hak erfpacht
2) Hak atas tanah yang tunduk pada hukum agraria adat
daerah masing-masing
disebut tanah-tanah hak adat,misalnya tanah desa, tanah bengkok
3) Hak atas tanah yang merupakan ciptaan Pemerintah swapraja, misalnya Grant
Sultan(semacam hak milik adat yang diberikan
pemerintah swapraja khusus bagi kaula swapraja,
didaftarkan dikantor swapraja)
4) Hak atas tanah yang merupakan ciptaan dari pemerintah Hindia Belanda, misalkan
hak agrarische eigendom, Landerijen Bezitrecht
5) Hak jaminan atas tanah
Beberapa hak jaminan
atas tanah pada masa berlakunya
hukum Agraria colonial :
a) Lembaga hypotheek diperuntukan bagi hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum barat,yaitu
hak eigendom,hak opstal,hak erfpacht
b) Lembaga credietverband diperuntukkan bagi tanahtanah yang tunduk pada hukum adat
c) Lembaga jonggolan di Jawa,
di Bali disebut Makantah dan di Batak disebut Tahan, dalam hubungannya dengan hutang piutang dikalangan warga masyarakat, dimana debitur menyerahkan tanahnya sebagai jaminan hutang kepada kreditur
3.
Pendaftaran Tanah
Berdasarkan Hukum Barat
a. Berdasarkan Overschrijving ordonnantie Stb. 1834 No.27, pendaftaran dilakukan dikantor pandaftaran tanah atas tanah-tanah
yang tunduk pada Hukum barat dan diberikan sertifikat kepada pemegang haknya sebagai tanda bukti.
Tanah-tanah yang
tunduk pada Hukum adat tidak
dilakukan pendaftaran tanah,
sehingga tidak ada sertifikat dan tidak memberikan jaminan
kepastian hukum].
Tidak adanya jaminan
kepastian hukum dalam bidang hukum
agraria bagi rakyat indonesia asli, dikarenakan dari segi perangkat hukumnya
dan dari segi pendaftarannya.
1) Dari segi perangkat Hukum
Bagi orang-orang yang
tunduk pada hukum barat,
perangkat hukumnya tertulis yaitu
diatur dalam KUHPerdata. Bagi
rakyat Indonesia Asli berlaku hukum
agraria adat, yang perangkat hukumnya
tidak tertulis, yang terdapat dalam
kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang
berlaku sebagai hukum
2) Dari segi Pendaftaran
Untuk tanah-tanah
yang tunduk pada hukum barat, misalnya hak eigendom,hak opstal,hak erfpacht dilakukan
pendaftaran tanah dengan tujuan untuk
memberikan kepastian
hukum dan menghasilkan tanda bukti yaitu sertifikat (Rechts cadaster atau legal cadaster)
Untuk tanah-tanah yang tunduk pada hukum adat tidak dilakukan pendaftaran tanah, sehingga tidak ada jaminan
kepastian hukum.(Fiscal
Cadaster)
b. Dampak yang muncul dari
kebijakan pemerintah Hindia
Belanda:
1) Tidak
adanya kesatuan hukum atau terjadi
dualisme hukum, yaitu sistem
hukum barat dan hukum
adat secara simultan.
2) Pluralisme
hukum adat dibiarkan berlaku,
sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan
politik ekonomi penjajah.
3) Di
introduksikannya hak baru, yaitu
agrarisch eigendom (jenis hak
atas tanah yang
diberikan kepada yang menghendaki
terhadap tanah-tanah hak adat
mirip dengan
eigendom).
Komentar
Posting Komentar