UMJ - Demokrasi Pancasila


Bahan 10
Pengertian Demokrasi ; Perkembangan di Indonesia; Unsur-unsur Demokrasi Pancasila;
Tata urutan Per-UU-an

  1. Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” yang berarti rakyat, dan “kratos/kratein” yang berarti kekuasaan. Sehingga konsep dasar demokrasi adalah “rakyat berkuasa” (government of rule by the people). Demokrasi adalah “pemerintahan oleh rakyat, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemerintahan bebas”. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah government of the people, by the people, for the people, yakni suatu pemerintahan “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.” (Prayitno,tt: 4).
Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat yang didefinisikan sebagai warganya. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktek, demos menyiratkan makna diskriminatif. Karena demos bukanlah rakyat secara keseluruhan, tetapi hanya populus tertentu, yakni mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal dari para pengontrol akses ke sumber-sumber kekuasaan, yang diakui dan bisa mengklaim memiliki hak-hak prerogatif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau pemerintahan (Sumarsono, et.all, 2000:20).
Dalam perspektif teoritis, demokrasi sering dipahami sebagai mayoritarianisme, yaitu kekuasaan oleh mayoritas rakyat lewat wakil-wakilnya yang dipilih melalui proses pemilihan demokratis, sehingga muncul pertanyaan dari Syamsuddin (2000:34) betulkah bahwa kemayoritasan identik dengan kebenaran? Dalam perspektif filosofis jawaban atas pertanyaan tersebut negatif. “Apa yang disukai orang banyak” (prefferred by most) tidak sama dengan “apa yang banyak disukai” (most preferred). Baik kekuasaan maupun kemayoritasan tidak tidak identik dengan kebenaran. Proses politik acapkali membawa kekuasaan memutuskan kesukaannya tanpa memperhatikan kebenaran, apalagi jika proses politik itu sendiri dijalannya atas kesukaan kekuasaan.
  1. Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan zaman modern, ketika kehidupan memasuki skala luas, demokrasi tidak lagi berformat lokal, ketika Negara sudah berskala nasional, ketika demokrasi tidak mungkin lagi direalisasikan dalam wujud partisipasi langsung, masalah diskriminasi dan kegiatan politik tetap saja berlangsung, meski tentu sudah berbeda, dalam prakteknya dengan pengalaman yang terjadi di masa polis Yonani kuno. Kenyataan tidak semua warganegara dapat langsung terlibat dalam perwakilan, dan hanya mereka yang karena sebab tertentu mampu membangun pengaruh dan menguasai suara politik, terpilih sebagai wakil. Sementara sebagian besar rakyat hanya dapat puas jika kepentingannya terwakili, tetapi tidak memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama untuk mengefektifkan hak-haknya sebagai warganegara (Sumarsono, et.all.,2000:20).
Plato memandang demokrasi dekat dengan tirani, dan cenderung menuju tirani. Ia juga berpendapat bahwa demokrasi merupakan yang terburuk dari semua pemerintahan yang berdasarkan hukum dan yang terbaik dari semua pemerintahan yang tidak mengenal hukum. Sedangkan Aristoteles melihat demokrasi sebagai bentuk kemunduran politea, dan yang paling dapat ditolerir dari ketiga bentuk pemerintahan yang merosot; dua yang lain adalah tirani dan oligarki (Thalib, 1999:4)
Perkembangan Demokrasi di Indonesia setidak-tidaknya telah mengalami beberapa kali perubahan yaitu sebagai berikut :
(1)    Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal dimasa pasca kemerdekaan ternyata belum bisa memberikan perubahan yang berarti bagi Indonesia. Namun demikian, berbagai kabinet yang jatuh-bangun pada masa itu telah memperlihatkan berbagai ragam pribadi beserta pemikiran mereka yang cemerlang dalam memimpin namun mudah dijatuhkan oleh parlemen dengan mosi tidak percaya.
(2)    Demokrasi Terpimpin
Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan mendeklarasikann demokrasi terpimpin setelah melihat terlalu lamanya konstituante mengeluarkan undang-undang dasar baru telah memperkuat posisi Soekarno secara absolut. Di satu sisi, hal ini berdampak pada kewibawaan Indonesia di forum internasional yang diperlihatkan oleh berbagai manuver yang dilakukan Soekarno serta munculnya Indonesia sebagai salah satu kekuatan militer yang patut diperhitungkan di Asia. Namun pada sisi lain segi ekonomi rakyat kurang terperhatikan akibat berbagai kebijakan politik.
(3)    Demokrasi Pancasila
Dengan demokrasi Pancasila yang dijalankan pada kepemimpinan Soeharto,  stabilitas keamanan sangat dijaga sehingga terjadi pemasungan kebebasan berbicara. Namun tingkat kehidupan ekonomi rakyat relatif baik. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem nilai tukar dan alokasi subsidi BBM sehingga harga-harga barang dan jasa berada pada titik keterjangkauan masyarakat secara umum. Namun demikian penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin parah menjangkiti pemerintahan. Lembaga pemerintahan yang ada di legislatif, eksekutif dan yudikatif terkena virus KKN ini. Selain itu, pemasungan kebebasan berbicara ternyata menjadi bola salju yang semakin membesar yang siap meledak. Bom waktu ini telah terakumulasi sekian lama dan ledakannya terjadi pada bulan Mei 1998.
(4)    Demokrasi era reformasi (transisi)
Selepas kejatuhan Soeharto, selain terjadinya kenaikan harga barang dan jasa beberapa kali dalam kurun waktu tersebut, instabilitas keamanan dan politik serta KKN bersamaan terjadi sehingga yang paling terkena dampaknya adalah rakyat kecil yang jumlahnya mayoritas dan menyebabkan posisi tawar Indonesia sangat lemah di mata internasional akibat tidak adanya kepemimpinan yang kuat.
Namun demikian, demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia memperlihatkan beberapa kemajuan dibandingkan masa-masa sebelumnya. Pemilihan umum dengan diikuti banyak partai adalah sebuah kemajuan yang harus dicatat. Disamping itu pemilihan presiden secara langsung yang juga diikuti oleh pemilihan kepala daerah secara langsung adalah kemajuan lain dalam tahapan demokratisasi di Indonesia. Diluar hal tersebut, kebebasan mengeluarkan pendapat dan menyampaikan aspirasi di masyarakat juga semakin meningkat. Para kaum tertindas mampu menyuarakan keluhan mereka di depan publik sehingga masalah-masalah yang selama ini terpendam dapat diketahui oleh publik.
Pemerintah pun sangat mudah dikritik bila terlihat melakukan penyimpangan dan bisa diajukan ke pengadilan bila terbukti melakukan kesalahan dalam mengambil suatu kebijakan publik. Demokrasi membuka celah berkuasanya para pemimpin yang peduli dengan rakyat dan sebaliknya bisa melahirkan pemimpin yang buruk. Harapan rakyat akan adanya pemimpin yang peduli di masa demokrasi ini adalah harapan dari implementasi demokrasi itu sendiri. Di masa transisi ini, implementasi demokrasi masih terbatas pada kebebasan dalam berpolitik, sedangkan masalah ekonomi masih terpinggirkan. Maka muncul kepincangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik dan ekonomi adalah dua sisi yang berbeda dalam sekeping mata uang, maka masalah ekonomi pun harus mendapat perhatian yang serius dalam implementasi demokrasi agar terjadi penguatan demokrasi.
  1. Unsur-unsur Demokrasi Pancasila
Unsur-unsur Pancasila dapat disetarakan dengan rumusan nilai-nilai demokrasi (Cipto, 2002:31-37) yaitu  meliputi:
(1)    Kebebasan Menyatakan Pendapat
Kebebasan menyatakan pendapat adalah sebuah hak bagi warganegara biasa yang wajib dijamin dengan undang-undang dalam sebuah system politik demokrasi (Dahl, 1971). Kebebasan ini diperlukan karena kebutuhan untuk menyatakan pendapat senantiasa muncul dari setiap warganegara dalam era pemerintahan terbuka saat ini. Dalam masa transisi menuju demokrasi saat ini perubahan-perubahan lingkungan politik social, ekonomi, budaya, agama, dan teknologi seringkali menimbulkan persoalan bagi warganegara maupun masyarakat pada umumnya. Jika persoalan tersebut sangat merugikan hak-haknya selaku warganegara atau warganegara berharap agar kepentingannya dipenuhi oleh negara, dengan sendirinya warganegara berhak untuk menyampaikan keluhan tersebut secara langsung maupun tidak langsung kepada pemerintah.
(2)    Kebebesan Berkelompok
Berkelompok dalam suatu organisasi merupakan nilai dasar demokrasi yang diperlukan bagi setiap warganegara. Kebebasan berkelompok diperlukan untuk membentuk organisasi mahasiswa, partai politik, organisasi massa, perusahaan dan kelompok-kelompok lain. Kebutuhan berkelompok merupakan naluri dasar manusia yang tak mungkin diingkari. Dalam era modern kebutuhan berkelompok ini semakin kuat tumbuhnya. Persoalan-persoalan yang muncul di tengah masyarakat yang sedemikian kompleks seringkali memerlukan organisasi untuk menemukan jalan keluar. Demokrasi menjamin kebebasan warganegara untuk berkelompok termasuk membentuk partai baru maupun mendukung partai apa pun. Tidak ada lagi keharusan mengikuti ajakan dan intimidasi pemerintah. Demokrasi memberikan alternative yang lebih banyak dan lebih sehat bagi warganegara. Itu semua karena jaminan bahwa demokrasi mendukung kebebasan kelompok.
(3)    Kebebasan Berpartisipasi
Kebebasan berpartisipasi sesungguhnya merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat dan berkelompok. Ada empat jenis partisipasi.
Pertama, adalah pemberian suara dalam pemilihan umum, baik pemilihan anggota DPR/DPRD maupun pemilihan Presiden. Di Negara-negara demokrasi yang sedang berkembang seperti Indonesia pemberian suara sering dipersepsikan sebagai wujud kebebasan berpartisipasi politik yang paling utama. Pada umumnya Negara demokrasi yang baru berkembang senantiasa mengharapkan agar jumlah pemilih atau partisipan dalam pemberian suara dapat mencapai suara sebanyak-banyaknya. Dalam demokrasi sebenarnya tidak ada keharusan untuk memberikan suara dengan cara-cara kekerasan.
Kedua, adalah bentuk partisipasi yang disebut sebagai melakukan kontak/hubungan dengan pejabat pemerintah. Bentuk partisipasi yang kedua ini belum berkembang luas di Negara demokrasi baru. Kontak langsung dengan pejabat pemerintah ini akan semakin dibutuhkan karena kegiatan pemberian suara secara regular (pemilihan anggota DPR/Presiden) dalam perkembangannya tidak akan memberikan kepuasan bagi masyarakat.
Ketiga, melakukan protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintah. Ini diperlukan oleh Negara demokrasi agar system politik bekerja lebih baik, pernyataan protes terhadap kebijakan divestasi bank, privatisasi BUMN, kenaikan harga tarif listrik, telepon dan harga BBM adalah bagian dari proses demokrasi sejauh itu diarahkan untuk memperbaiki kebijakan pemerintah atau swasta dan tidak untuk menciptakan gangguan bagi kehidupan politik.
Keempat, mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan public mulai dari lurah, bupati, walikota, gubernur, anggota DPR hingga presiden sesuai dengan system pemilihan yang berlaku.
(4)    Kesetaraan antar Warga
Kesetaraan atau egalitarianism merupakan salah satu nilai fundamental yang diperlukan bagi pengembangan demokrasi di Indonesia. Kesetaraan di sisi diartikan sebagai adanya kesempatan yang sama bagi setiap warganegara. Kesetaraan memberi tempat bagi setiap warganegara tanpa membedakan etnis, bahasa, daerah, maupun agama. Nilai ini diperlukan bagi masyarakat heterogen seperti Indonesia yang sangat multietnis, multibahasa, multidaerah, dan multiagama. Heteroginitas masyarakat Indonesia seringkali mengundang masalah khususnya bila terjadi miskomunikasi antarkelompok yang kemudian berkembang luas menjadi konflik antarkelompok. Nilai-nilai kesetaraan perlu dikembangkan dan dilembagakan dalam semua sector pemerintahan dan masyarakat. Diperlukan usaha-usaha keras agar tidak terjadi diskriminasi atas kelompok etnis, bahasa, daerah atau agama tertentu sehingga hubungan antarkelompok dapat berlangsung dalam suasana egaliter. Prinsip kesetaraan member ruang bagi setiap warganegara tanpa membedakan etnis, bahasa, daerah, agama, ras untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat dan diperlakukan sama di depan hukum tanpa kecuali kedaulatan rakyat.
(5)    Rasa Percaya (Trust)
Rasa percaya antara politisi merupakan nilai dasar lain yang diperlukan agar demokrasi dapat terbentuk. Sebuah pemerintahan demokrasi akan sulit berkembang bila rasa percaya satu sama lain tidak tumbuh. Bila yang ada adalah ketakutan, kecurigaan, kekhawatiran, dan permusuhan maka hubungan antar politisi akan terganggu secara permanen. Jika rasa percaya tidak ada makna besar kemungkinan pemerintah akan kesulitan menjalankan agendanya karena lemahnya dukungan sebagai akibat dari kelangkaan rasa percaya. Dalam kondisi seperti ini pemerintah bahkan bisa terguling dengan mudah sebelum waktunya sehingga membuat proses demokrasi berjalan semakin lambat. Konsekuensi dari kebutuhan akan rasa percaya ini masing-masing politisi juga harus mengembangkan rasa percaya terhadap politisi yang lain sehingga timbul hubungan yang didasarkan pada rasa percaya satu sama lain. Bahkan, agar pemerintah dipercaya maka iapun harus mampu menumbuhkan rasa percaya pada dirinya sehingga tumbuh pula rasa percaya dari masyarakat luas terhadap pemerintah.
(6)    Kerjasama
Muhaimin (2002;11), memberikan penjelasan bahwa nilai yang penting dalam demokrasi seperti: kemauan melakukan kompromi, bermusyawarah berdasar asas saling menghargai dan ketundukan kepada rule of law yang pada akhirnya dapat menjamin terlindungnya hak asasi tiap-tiap manusia Indonesia. Sehingga kehidupan bersama berlandaskan demokrasi, menurut Zamroni (2001:31) memerlukan:
(a)   Suatu “visi” dan “kode etik” yang dijabarkan secara formal dalam hokum atau undang-undang yang harus dipatuhi oleh warga Negara.
(b)  System hukum yang obyektif dan mandiri.
(c)   System pemerintahan yang didasarkan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
(d)  Struktur social, politik dan ekonomi yang menjauhi monopoli dan memungkinkan terjadinya mobilitas yang tinggi dan kesempatan yang adil bagi semua warga.
(e)  Kebebasan berpendapat agar ide-ide warga masyarakat dapat diserap oleh pemerintah.
(f)    Kebebasan menentukan pilihan pribadi.
4.      Tata urutan perundangundangan
a.      Tata urutan perundangundangan bukan no 4 tahun 2004 tapi no 10 tahun 2004. dimana didalamnya sudah mengalami banyak perubahan jika ditelaah sejak tahun 1950 karna aturan tata urutan perundangan sudah tampak sejak tahun1950 dalam UU No.1 Thun 1950 kemudian dalam TAP MPRS No.XX tahun1966, lalu TAP MPR No.III tahun2000 dan yang terahir UU No.10 tahun2004.
b.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Pasal 7) menegaskan Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:
1)      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2)      Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3)      Peraturan Pemerintah;
4)      Peraturan Presiden;
5)      Peraturan Daerah.
c.       Peraturan Daerah meliputi:
1)      Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;
2)      Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;
3)      Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
d.      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur dengan Perataran Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
e.      Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dimaksud diatas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
f.        Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana tersebut diatas

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS TONGGAK-TONGGAK SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

Pendorong Wirausaha (2)

Pendorong Wirausaha (1)