Mempertimbangan Usaha Baru (1)


Bahan 14
Mempertimbangan Usaha Baru

  1. Keberanian Bertindak, Membangun Tim dan Berpikir serta Berjiwa Besar
Manusia hidup wajib berusaha, maka keberanian untuk bertindak adalah hakikat wirausaha. Keberanian seseorang dalam wirausaha yang senantiasa dihadang oleh risiko merupakan wujud daripada keberanian menembus ketidakpastian usaha. Karena itu, wiraswasta membutuhkan perhitungan yang cermat, hati-hati, dan bersifat antisipatif terhadap segala kemungkinan timbulnya risiko yang dimaksud. Tiada usaha tanpa risiko mengingatkan kita semua untuk berupaya menekan atau memperkecil risiko dan tindakan ini merupakan keharusan yang mutlak.
Adapun menghilangkan risiko merupakan hal yang sangat tidak mungkin dalam setiap usaha apa pun. Keberanian adalah modal hakiki manusia, kita sering mendengar ungkapan: berani karena benar, artinya tidak sepatutnya takut kalau merasa dirinya benar. Dan berani mencoba karena mau dan mampu atau mampu dan mau adalah sebuah motivasi yang kuat dalam mewujudkan hakikat wirausaha yang merupakan modal utama dan hakiki yaitu keberanian untuk mulai melangkah berwirausaha. Sejauh mana keberanian seseorang dalam berwirausaha untuk menembus ketidakpastian, menangkap peluang usaha, siap menghadapi risiko setelah melakukan perhitungan, dan mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Dalam setiap usaha, bahkan dalam hidup, kehidupan, maupun penghidupan manusia tidak satu pun yang tidak berisiko, maka seorang pemimpin wirausaha harus berani bertindak untuk mencapai tujuan.
Target penjualan, biaya operasi, merupakan komitmen pimpinan dan karyawan perusahaan yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk itu. Dukungan aspek administratif usaha melekat pada komitmen atau target yang akan dicapai oleh perusahaan dalam mewujudkan target perusahaan. Kebersamaan intern karyawan yang baik, moral karyawan yang dijabarkan dalam perwujudan kegiatan para karyawan dalam memenuhi dan melaksanakan tugas serta tanggung jawab operasional.
Keberhasilan, bukan ditentukan oleh besarnya otak seseorang melainkan oleh besarnya cara berpikir seseorang. Jika berpikir besar menghasilkan begitu banyak keberhasilan, namun pertanyaannya mengapa tidak  semua orang berpikir besar?. Mukjizat berpikir besar datang dari sumber utama yaitu tokoh yang berpikiran terbaik dan terbesar yang pernah hidup seperti Nabi Daud yang menulis “Manusia sesungguhnya merupakan apa yang ia pikirkan di dalam hatinya.” Emerson mengatakan bahwa, manusia yang agung adalah mereka yang mengetahui pikiran menguasai dunia. Milton menulis bahwa, pikiran adalah tempatnya sendiri dan pikiran ini saja dapat membuat surga dari neraka atau membuat neraka dari surga. Berpikir besar benar-benar akan mendatangkan mukjizat.
Orang yang berpikiran dan berjiwa besar akan mengatakan “Kita menghadapi tantangan” berarti Anda menciptakan suatu gambar pikiran tentang kegembiraan, sesuatu yang menyenangkan, dan menggairahkan untuk dilakukan. Jika kita berkata kepada orang, “Kita harus mengadakan pengeluaran besar. Namun orang yang berpikir besar akan mengatakan, “Kita membuat investasi besar”. Orang akan melihat suatu gambaran tentang sesuatu yang akan mendatangkan laba atau keuntungan. Hal ini merupakan suatu keadaan yang menyenangkan.
Pemikir besar adalah ahli dalam menciptakan gambar yang positif, memandang ke depan, optimistik baik dalam pikiran mereka sendiri maupun orang lain. Untuk berpikir besar kita harus menggunakan bahasa yang menghasilkan citra atau gambar mental positif dan besar.
  1. Berani Mengambil Risiko
Risiko itu ada bilamana waktu yang akan datang (future) tidak diketahui (unknown). Jadi, dengan perkataan lain risiko itu ada bila ada ketidakpastian (uncertainty). Beberapa jenis risiko:
a.    Objektive Risk: ialah risiko yang terjadi secara alami (nature) yang sama bagi setiap orang dan cara mengatasinya pun sama.
b.    Subjective Risk: adalah risiko yang diperkirakan akan terjadi oleh setiap orang sebagai akibat objective risk.
c.    Uncertainty (ketidakpastian): adalah kesadaran orang akan adanya risiko dalam situasi tertentu, tetapi sulit untuk memperkirakan mana dari sekian akibat atau hasil yang akan terjadi. Tidak seperti halnya kemungkinan, ketidakpastian ini tidak dapat diukur dengan alat apa pun yang dapat diterima.
d.    Reaksi terhadap risiko: adalah reaksi seseorang atau tindakan seseorang dalam situasi yang tidak pasti. Reaksi ini antara lain disebabkan karena ketidakpastian ini. Reaksi orang terhadap risiko tidak sama, tergantung antara lain pada jenis kelamin, pendidikan, umur, intilegensi dan kondisi ekonomi
Sebagian besar kegiatan manusia mengandung risiko dan ketidakpastian. Kerugian potensial dalam situasi yang mengandung risiko dapat digolongkan ke dalam bidang: Ekonomi, Sosial, Politik, dan Psikologi, Fisik, Legal atau kombinasi dari semuanya.
Three Classes of Economic Risk:
a.      Pure or speculative risk (A.H. Mowbray)
Pure risk terjadi bila kemungkinan rugi ada tetapi kemungkinan yang menguntungkan tidak ada. Contoh: bila terjadi tabrakan, akan menimbulkan kerugian finansial, tetapi bila tidak tabrakan tidak terjadi keuntungan.
b.      Static or dynamic risk (A.H Willet)
Static risk, disebabkan irregular actions karena peristiwa alam atau karena kesalahan dari human being (manusia). Static losses biasanya menyebabkan kerugian pada masyarakat dalam periode tertentu dan pengaruhnya terhadap individual selalu berupa pure risk. Dynamic risk, biasanya dihubungkan dengan perubahan kehendak manusia. Umpamanya adanya perkembangan machinery dan organisasi. Pengaruhnya lebih luas dan biasanya mencakup baik pure maupun speculative risk.
c.       Fundamental or particular risk (C.A. Kulp)
Fundamental risk, adalah risiko yang dihubungkan dengan adanya uncertainty, ketidakcermatan, bencana alam seperti gempa bumi, dan topan. Particular risk, adalah risiko yang sifatnya personal atau individual yang kadang-kadang dapat dicegah, seperti kehilangan pekerjaan, kecelakaan, kematian, sedangkan fundamental risk sifatnya interpersonal dan tidak dapat dicegah.
Hidup tanpa risiko dan tanpa uncertainty akan sulit dan tidak menyenangkan. Sangat senang memang memperkirakan perolehan yang tidak mungkin tercapai, dan dapat merealisasi perolehan yang sebelumnya dianggap tidak mungkin direalisasi. Jadi, dalam hidup ini agar lebih berarti selalu harus ada tantangan. Peluang usaha pada era globalisasi menjadi terbuka lebar, contoh paling sederhana misalnya perajin komoditas di bidang kerajinan rotan yang belum berkemampuan melaksanakan ekspor sendiri, menjual komoditasnya lewat perusahaan ekspor impor dengan harga yang sangat murah, sedangkan dalam era globalisasi konsumen luar negeri secara bebas dapat memesan langsung kepada perajin yang selama ini sangat berjasa bagi pemasukan devisa negara itu namun tingkat kesejahteraannya rendah.
Wirausaha yang tidak mau mengambil risiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Menurut Angelita S. Bajaro, “Seorang wirausaha yang berani menanggung risiko ialah orang yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik” (Yuyun Wirasasmita, 1994:2). Semakin besar keyakinan seseorang pada kemampuan sendiri, semakin besar keyakinan orang tersebut akan kesanggupan untuk memengaruhi hasil dan keputusan, dan semakin besar pula kesediaan seseorang untuk mencoba apa yang menurut orang lain sebagai risiko (Meredith, 1996:39). Jadi, pengambil risiko lebih menyukai tantangan dan peluang. Oleh sebab itu, pengambil risiko ditemukan pada orang-orang yang inovatif dan kreatif yang merupakan bagian terpenting dari perilaku kewirausahaan.
Anak muda sering dikatakan selalu menyenangi tantangan. Mereka tidak takut mati. Inilah salah satu faktor pendorong anak muda menyenangi olah raga yang penuh dengan risiko dan tantangan, seperti balap motor di jalan raya, kebut-kebutan, balap mobil milik orang tuanya, tetapi contoh tersebut dalam arti negatif. Olahraga berisiko yang positif ialah panjat tebing, mendaki gunung, arung jeram, motor cross, karate atau olahraga bela diri.
  1. Having Mentor dan Pikiran Yang Terbuka
Seorang mentor dapat mendorong aktivitas entrepreneurial adalah semangat dan kebebasan untuk mandiri dalam mendirikan usaha baru sehingga dimensi otonomi ini merupakan bagian yang sangat penting dari orientasi entrepreneurial. Guna menjaga dimensi otonomi agar tetap kuat, para entrepreneur harus bekerja pada lingkungan budaya yang mampu mendukung mereka untuk bertindak secara bebas (otonom) guna menjaga kendali terhadap pekerja/karyawan serta mencari semua peluang tanpa hambatan yang kreatif dari masyarakat. Kadang tidak dapat dipungkiri, bahwa faktor yang paling menentukan sehingga kita dapat bertindak bijaksana dan memiliki perasaan bisnis mendalam adalah perlunya pengalaman. Pengalaman kita dapat dari usaha kita sebagai wiraswasta, atau kita pernah bekerja pada seseorang atau beberapa orang wiraswasta. Pengalaman adalah guru terbaik, tetapi pengalaman kita sendiri merupakan biaya yang paling mahal yang harus kita bayar. Dengan pengalaman yang gagal kemudian bangkit, gagal dan bangkit itu lebih baik. Selain membuat kita lebih bijaksana, ini juga akan membuat kita lebih tahan banting.
Pada saat awal pendirian usaha mungkin kita tangani sendiri segala sesuatunya. Tetapi berbarengan dengan keberhasilan kita, tentu usaha kita akan semakin besar. Pada saat tertentu, kita harus membutuhkan bantuan orang lain untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang selama ini kita tangani. Sejak saat itu, kita membutuhkan suatu pengetahuan dan keterampilan baru yaitu manajemen. Kita harus dapat memanajemeni pembantu kita dan usaha kita sekaligus. Untuk itu kita pun perlu mempersiapkan diri untuk mengerti dan mampu menerapkan ilmu manajemen dan mungkin manajemen versi kita sendiri.
Orang yang terbuka terhadap pengalaman baru akan lebih siap untuk merespons segala peluang, dan tanggap terhadap tantangan dan perubahan sosial, misalnya dalam mengubah sekitar hidupnya. Orang yang terbuka terhadap ide-ide baru inilah merupakan wirausaha yang inovatif dan kreatif yang ditemukan dalam jiwa kewirausahaan. Menurut Yurgen Kocka (1975), wirausaha adalah kepribadian yang unggul yang mencerminkan budi yang luhur dan suatu sifat yang patut diteladani, karena atas dasar kemampuannya sendiri dapat melahirkan sesuatu sumbangsih dan karya untuk kemajuan kemanusiaan yang berlandaskan kebenaran dan kebaikan. Ada tiga hal yang sangat penting:
a.    Pikiran-pikiran kita merupakan alat-alat yang paling berharga untuk mencapai masa depan yang sukses dan berhasil, karena segala perbuatan kita yang penting, dan juga gagasan kita terjadi dalam sanubari dan jiwa kita. Kita harus belajar membimbing dan mengarahkan pikiran kita kepada suatu tujuan yang jelas dan tegas.
b.    Membimbing tenaga dan mengarahkan secara sadar. Maka cobalah dan hasilnya akan meyakinkan kita. Jika kita meresapkan hal itu sebaik-baiknya, dan kita membimbing ke jurusan yang benar, maka lambat laun akan terbuka suatu daerah luas tak terbatas yang penuh dengan kesempatan yang meyakinkan.
c.    Makin hebat perkembangan pikiran kita dan makin baik kita gunakan, maka semakin banyak sukses dan hasil yang diperoleh.
  1. Kepercayaan (Trusted)
Kepercayaan diri merupakan suatu paduan sikap dan keyakinan seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan (Soesarsono Wijandi, 1988:33). Dalam praktik sikap dan kepercayaan ini merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan, dan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Oleh sebab itu, kepercayaan diri memiliki nilai keyakinan, optimisme, individualitas, dan ketidaktergantungan. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mencapai keberhasilan (Zimmerer, 1996:7).
Kepercayaan diri ini bersifat internal pribadi seseorang yang sangat relatif dan dinamis, dan banyak ditentukan oeh kemampuannya untuk memulai, melaksanakan, dan menyelesaikan suatu pekerjaan. Orang yang percaya diri memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan sistematis, berencana, efektif, dan efisien. Kepercayaan diri juga selalu ditunjukkan oleh ketenangan, ketekunan, kegairahan, dan kemantapan dalam melakukan pekerjaan.
Keberanian tinggi dalam mengambil risiko dan perhitungan matang yang dibarengi dengan optimisme, harus disesuaikan dengan kepercayaan diri. Oleh sebab itu, optimisme dan keberanian mengambil risiko dalam menghadapi suatu tantangan dipengaruhi oleh kepercayaan diri. Kepercayaan diri juga ditentukan oleh kemandirian dan kemampuan sendiri. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, relatif lebih mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain. Pada gilirannya, orang yang memiliki kepercayaan diri akan memiliki kemampuan untuk bekerja sendiri dalam mengorganisasi, mengawasi, dan meraihnya (“the ability of a single man to organize a business himself and could run, control, and embrace”) (Soeparman Sumahamidjaja, 1997:12). Kunci keberhasilan dalam bisnis adalah untuk memahami diri sendiri. Oleh sebab itu, wirausaha yang sukses ialah wirausaha yang mandiri dan percaya diri (Yuyun Wirasasmita, 1994:2).
Sifat-sifat utama di atas dimulai dari pribadi yang mantap, tidak mudah terombang-ambing oleh pendapat dan saran orang lain. Akan tetapi, saran-saran orang lain jangan ditolak mentah-mentah, pakai itu sebagai masukan harus dipertimbangkan, kemudian kita harus memutuskan segera. Kita harus optimis, orang optimis asal tidak ngawur, insya Allah bisnisnya akan lancar.
Pribadi yang menarik ini bukan berarti penampilan tubuh dan wajah yang elok atau paras cantik. Akan tetapi, lebih ditekankan pada penampilan perilaku jujur, disiplin. Banyak orang tertipu dengan rupa nan elok tetapi ternyata orangnya penipu. Ingatlah pribadi yang baik dan jujur akan disenangi orang di mana-mana dan akan sukses bekerja sama dengan siapa saja.      

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS TONGGAK-TONGGAK SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

Pendorong Wirausaha (2)

Pendorong Wirausaha (1)