UMJ - Pengamalan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan sebagai dasar Negara
Bahan 7
Pengamalan pancasila
(Kelas
Hukum Pancasila UMJ)
a. Pengamalan Pancasila sbg pandangan hidup bangsa;
Pancasila baik sebagai Dasar Negara maupun sebagai Pandangan Hidup
supaya mempunyai arti dan makna dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka perlu pelaksanaannya.
Pelaksanaannya baik oleh Pejabat/Penguasa negara maupun oleh setiap warganegara
maupun penduduk Indonesia. Jika pelaksanaan Pancasila tersebut dilakukan dengan
penuh kesadaran dan rasa tanggungjawab, jadi bukan karena terpaksa atau merasa
takut, maka pelaksanaan tersebut dinamakan pengamalan. Jadi bobot/nilai
pengamalan lebih tinggi dari hanya pelaksanaannya.
Pelaksanaan/pengamalan Pancasila dibedakan dalam (dua) bentuk
pelaksanaan, yaitu:
1) Pelaksanaan
Objektif;
2) Pelaksanaan
Subjektif.
Ad.1) Pelaksanaan Objektif, adalah pelaksanaan yang dilakukan oleh
Penguasa negara yang berwenang dengan cara menjabarkan Pancasila tersebut ke
dalam Peraturan Perundang-undangan
(misalnya MPR menetapkan Ketetapan MPR , DPR dan Presiden membuat Undang-Undang dan sebagainya).
Pelaksanaan objektif Pancasila sebagai Dasar Negara mutlak harus dilakukan,
sedangkan pelaksanaan objektif Pancasila sebagai Pandangan Hidup tidak mutlak
harus dilakukan. Pemerintah (Orde Baru) pernah merasa perlu maka dikeluarkanlah
Ketetapan MPR No. II/MPR /1978 tentang P-4 (Ekaprasetia Pancakarsa) yang sekarang
telah dicabut. Dengan demikian dicabutnya TAP tentang P-4 tersebut adalah
tidak menjadi masalah, karena tidak mutlak harus ada.
Ad.2) Pelaksanaan Subjektif, adalah pelaksanaan yang harus dilakukan
oleh setiap warganegara Indonesia (dimanapun ia berada) dan penduduk dengan
cara mematuhi melaksanakan setiap peraturan perundang-undangan yang ada.
Sebagai Dasar Negara maka setiap warganegara wajib taat kepada semua peraturan
yang bersumber pada Pancasila yang berfungsi sebagai “Sumber dari segala sumber
hukum”. Sebagai Pandangan Hidup setiap warganegara hendaknya bersikap dan
bertingkahlaku sesuai dengan norma-norma luhur Pancasila.
b. Pengamalan Pancasila sebagai Dasar Negara
Pengamalan Pancasila berarti, pelaksanaan Pancasila dalam wujud tingkah
laku, tindak tanduk atau perbuatan-perbuatan yang nyata. Dasar negara berarti,
peraturan-peraturan pokok yang digunakan sebagai landasan untuk mengatur
kehidupan negara, Pengamalan Pancasila sebagai Dasar Negara berarti Pelaksanaan
Pancasila dalam wujud tingkah laku, tindak tanduk ataupun perbuatan-perbuatan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dalam negara bangsa Indonesia.
Pengamalan Pancasila sebagai Dasar Negara mengandung keharusan-keharusan
ataupun larangan-larangan yang harus dilaksanakan oleh setiap warganegara, baik
pejabat maupun masyarakat pada umumnya, Sebab, pengamalan Pancasila sebagai
dasar negara mengandung sanksi-sanksi hukum. Artinya bilamana tingkah laku,
tindak tanduk ataupun perbuatan-perbuatan bangsa Indonesia bertentangan dengan
Pancasila sebagai Dasar Negara, maka bangsa Indonesia dikenai sanksi hukum.
Pancasila sebagai Dasar Negara, berarti pula Pancasila sebagai Norma
Dasar Republik Indonesia. Perkataan “Norma Dasar” terdiri dari kata “Norma”,
yang berarti “Hukum” atau “Kaidah” dan kata “Dasar”, yang berarti “Pokok” atau
“Fondamen”, jadi Norma Dasar berarti hukum pokok atau kaidah pokok. Karena itu
yang dimaksud dengan Pancasila sebagai Norma Dasar Negara Republik Indonesia
ialah Pancasila yang menjadi hukum pokok dalam negara bangsa Indonesia.
Artinya, semua peraturan perundangan yang berlaku dalam negara bangsa Indonesia
bersumber pada Pancasila dan sah berlaku jika tidak bertentangan dengan
Pancasila. Dengan pengertian tersebut, maka Pancasila merupakan “Sumber dari segala
sumber hukum”. Oleh karena itu, semua peraturan perundangan di Negara Republik
Indonesia adalah bersumber pada Pancasila, maka setiap warganegara yang
menjalankan dan mematuhi semua peraturan yang ada secara teoritis ia telah
mengamalkan Pancasila sebagai Dasar Negara. Sebagai Dasar Negara, pengamalan
Pancasila pada hakikatnya adalah merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila di
dalam berbagai ketentuan negara guna pengaturan pelaksanaan berbagai macam pola
dan bidang kehidupan, agar benar-benar sesuai dan dijiwai oleh nilai-nilai
Pancasila, yaitu:
Pertama, nilai Pancasila yang termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945
telah dijabarkan secara merata pada pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945.
Kedua, jabaran nilai Pancasila yang termaktub dalam pasal-pasal
tersebut dijabarkan lebih lanjut di dalam ketetapan-ketetapan MPR , termasuk di dalamnya
Ketetapan mengenai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang merupakan
pedoman pelaksanaannya.
Ketiga, jabaran yang merupakan pedoman pelaksanaan tersebut, masih diperlukan
lagi adanya penjabaran lebih jauh/lanjut dan terperinci yang mengatur
pelaksanaan seluruh bidang kegiatan dalam kehidupan.
Keempat,
setelah kesemuanya diatur berdasarkan Pancasila seperti tersebut di atas,
diperlukan partisipasi dari seluruh warga masyarakat untuk mematuhinya,
mengembangkan dan mengamankannya. Hanya dengan jalan demikianlah, maka
pengamalan Pancasila ini dapat berhasil, karena di dalamnya terlibat secara
dinamis serta bersama-sama Pemerintah dan seluruh warga masyarakat.
c. Pengamalan
Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Mengingat bahwa Pancasila
di samping sebagai Dasar Negara juga merupakan Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia, yang berarti dipergunakan sebagai pedoman hidup dalam hidup
sehari-hari; maka ia meliputi hal-hal yang sangat luas, termasuk bidang
kerohanian. Seperti telah disebut di atas, sebagai pedoman MPR pernah mengeluarkan
ketetapan No. II/MPR /1978 tentang P-4, namun ketetapan tersebut sudah dicabut.
Pangkal tolak penghayatan
dan pengamalan Pancasila ialah kemauan dan kemampuan manusia Indonesia dalam
mengendalikan diri dan kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannya
sebagai warganegara dan warga masyarakat.
Dengan kesadaran dan
pangkal tolak yang demikian tadi, maka sikap hidup manusia Pancasila adalah:
1. Kepentingan pribadinya tetap diletakkan dalam kesadaran
kewajiban sebagai makhluk
sosial dalam kehidupan masyarakatnya;
2. Kewajibannya terhadap
masyarakat dirasakan lebih besar dari kepentingan pribadinya.
Karena merupakan pengamalan
Pancasila, maka dalam mewujudkan sikap hidup tadi manusia dituntut oleh kelima
sila dari Pancasila, yaitu – Oleh rasa Ketuhanan Yang Maha Esa, oleh rasa
perikemanusiaan, yang adil dan beradab, oleh kesadaran untuk memperkokoh persatuan
Indonesia, oleh sikap yang menjunjung tinggi kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pengamalan Pancasila tidak
lain bertujuan mewujudkan kehidupan pribadi dan kehidupan bersama yang kita
cita-citakan, kehidupan yang kita anggap baik. Dan untuk merasakan kehidupan
yang lebih baik itulah tujuan akhir dari pembangunan bangsa dan negara bangsa
Indonesia. Sama halnya dengan bangsa lain, bangsa Indonesia juga terdiri dari
kelompok-kelompok masyarakat besar dan kecil, setiap kelompok masyarakat dari
keluarga-keluarga, dan setiap keluarga terdiri dari pribadi-pribadi. Karena itu
membangun bangsa dan negara berdasarkan Pancasila, berarti membangun manusia-manusia
Pancasila.
Pengamalan
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Pengertian Paradigma
Dalam beberapa kamus
ditemukan beberapa pengertian paradigma, yaitu antara lain: Contoh, - Tasrip, -
Teladan, - Pedoman. Dalam kamus ilmiah Populer, yang ditulis oleh Pius A.
Partanto & MD AlBarry, terbitan: Arkola, Surabaya, disebutkan: Paradigma
dipakai untuk menunjukkan Gugusan Sistem Pemikiran, Bentuk Kasus dan Pola
Pemecahannya. Berdasarkan kutipan tersebut, dapatlah disimpulkan pengertian Paradigma
sebagai berikut. Paradigma adalah suatu pedoman dasar/pokok untuk dipakai dalam
menghadapi segala aspek kehidupan dengan segala permasalahannya untuk
dipecahkan, sehingga tercapai suatu tujuan.
Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Nasional
Sebagaimana telah disepakati,
bahwa pengamalan Pancasila melalui pelaksanaan Pembangunan Nasional, dalam
rangka mencapai Tujuan Nasional. Tujuan Nasional seperti ditegaskan dalam
alinea IV Pembukaan UUD 1945, yang menjadi cita-cita Kemerdekaan Negara
Republik Indonesia. Cita-cita bangsa Indonesia tidak mungkin tercapai tanpa pembangunan.
Jadi, hanya pembangunanlah sarana untuk mencapai cita-cita yang mulia, yang
sekaligus menjadi tujuan nasional itu. Selanjutnya sebagai petunjuk untuk
melakukan pembangunan, perlu adanya rambu rambu yang harus ditaati. Untuk itu
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR ), sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, menetapkan norma-norma
pembangunan itu dalam bentuk Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Pembangunan Nasional
merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia yang
dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan Nasional, dengan
memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan
tantangan perkembangan global. Dalam pelaksanaannya mengacu pada kepribadian
bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang
berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju dan kukuh kekuatan moral dan
etikanya.
Pembangunan Nasional
tersebut adalah dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana termaktub
dalam Pembukaan UUD 1945.
Pembangunan nasional telah
digariskan, bahwa semua upaya pembangunan diusahakan mencapai hasil dan
pemerataan serta stabilitas di segala bidang, baik ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan dan keamanan.
Keseluruhan semangat, arah,
dan garis pembangunan dilaksanakan sebagai pengamalan semua sila Pancasila
secara serasi dan sebagai kesatuan utuh, yang meliputi:
a.
Pengamalan Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, yang antara lain mencakup tanggungjawab bersama dari seluruh golongan beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk secara terus menerus dan
bersama-sama meletakkan landasan spiritual, moral, dan etik yang kokoh bagi
pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
b.
Pengamalan Sila
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, yang antara lain mencakup peningkatan
martabat serta hak dan kewajiban asasi warganegara, serta penghapusan
penjajahan, kesengsaraan, dan ketidakadilan dari muka bumi.
c.
Pengamalan Sila
Persatuan Indonesia, yang antara lain mencakup peningkatan pembinaan bangsa di
semua bidang kehidupan manusia,
masyarakat, bangsa, dan negara,
sehingga rasa kesetiakawanan semakin
kuat dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
d.
Pengamalan Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, yang antara lain mencakup upaya makin menumbuhkan
dan mengembangkan sistem politik demokrasi Pancasila yang makin mampu
memelihara stabilitas nasional yang dinamis, mengembangkan kesadaran dan
tanggungjawab politik warganegara, serta menggairahkan rakyat dalam proses
politik.
e.
Pengamalan Sila
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang antara lain mencakup upaya
untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yang dikaitkan dengan
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya kemakmuran
yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sistem ekonomi yang
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas keseluruhan.
Nilai-nilai dasar yang
telah diletakkan oleh para pendiri negara berupa Proklamasi 17 Agustus 1945,
Pancasila, dan UUD 1945, merupakan nilai dasar yang menjadi sumber gagasan
seluruh cipta, rasa, karsa, dan karya bagi segenap upaya dalam melanjutkan
kepentingan dan tujuan nasional bangsa Indonesia. Dari nilai-nilai dasar ini
dijabarkan lebih lanjut menjadi nilai instrumental, dan lebih lanjut menjadi
nilai-nilai praktis. Nilai dasar Pancasila tidak boleh berubah, yang boleh berubah adalah
nilai operasionalnya, yaitu nilai instrumental dan nilai praktis yang merupakan
pengamalan, pengembangan dan pengkaryaan dari nilai dasar. GBHN merupakan Nilai
Instrumental, sebagai landasan operasional Pembangunan Nasional. Ini berarti
GBHN tersebut akan dijabarkan lebih lanjut ke dalam peraturan-peraturan lainnya
sebagai peraturan pelaksanaan seperti Keputusan Presiden dan seterusnya.
Visi dan Misi
Dalam beberapa GBHN
disebutkan tentang hakikat pembangunan nasional sebagai pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan
Pancasila sebagai dasar, tujuan dan pedoman pembangunan nasional. Pembangunan nasional
dilaksanakan merata diseluruh tanah air dan tidak hanya untuk suatu golongan
atau sebagian dari masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat, serta harus
benar-benar dapat dirasakan seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang
berkeadilan sosial, yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan bangsa
Indonesia. Sejalan dengan itu, tepatlah apabila dikatakan bahwa tujuan pembangunan
nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang
merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan
berkedaulatan rakyat dalam suasana peri kehidupan bangsa yanga aman, tentram,
tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat,
tertib dan damai. Dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional sebagai
pengamalan Pancasila, maka bangsa Indonesia mempunyai Visi dan Misi, yaitu
sebagai berikut (GBHN Tahun 1999):
Komentar
Posting Komentar