UNBOR - UU Lingkungan Hidup dan Implikasinya

BAHAN VII - VIII



I.         Azas dan Tujuan
Asas, tujuan, dan sasaran sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 UUPLH berbeda dengan asas senagaimana tercantum dalam Pasal 3 UULH. Pasal 3 UULH berbunyi: “Pengelolaan lingkungan hidup berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia.” Penjelasan pasal tersebut menyatakan: “Pengertian pelestarian mengandung makna tercapainya kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang, dan peningkatan kemampuan tersebut. Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang dapat dicapai kehidupan yang optimal.”
Yang perlu memperoleh perhatian adalah kata “pelestarian”. Pelestarian ini berasal dari kata “lestari” yang mempunyai makna langgeng, tidak berubah. Apabila kata lestari ini dikaitkan kepada lingkungan, maka berarti bahwa lingkungan itu tidak boleh berubah, tetap dalam keadaan aslinya. Padahal pembangunan berarti selalu perubahan; membangun adalah merubah sesuatu untuk mencapai taraf yang lebih baik. Apabila dalam proses pembangunan itu terjadi dampak yang kurang baik terhadap lingkungan, maka haruslah dilakukan upaya untuk meniadakan atau mengurangi dampak negatif tersebut, sehingga keadaan lingkungan menjadi serasi dan seimbang lagi. Dengan demikian maka yang dilestarikan bukanlah “lingkungannya saja”, akan tetapi “kemampuan lingkungan”. Kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang inilah yang perlu dilestarikan, sehingga setiap perobahan yang diadakan selalu disertai dengan upaya mencapai keserasian dan keseimbangan lingkungan pada tingkatan yang baru.
Istilah “pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang” membawa kepada keserasian antara “pembangunan” dan “lingkungan”, sehingga kedua pengertian itu, yaitu “pembangunan” dan “lingkungan” tidak dipertentangkan satu dengan yang lain. Adapun “pelestarian lingkungan” yang bermakna melestarikan lingkungan itu saja digunakan dalam rangka kawasan pelestarian alam dan kawasan suaka alam. Dalam GBHN 1993-1998 dan UUPLH tercantum istilah “pelestarian fungsi lingkungan” yang meliputi kedua pengertian tersebut di atas, yaitu pelestarian kemampuan lingkungan sepanjang mengenai kawasan budi daya dan pelestarian lingkungan sepanjang mengenai kawasan lindung. Istilah pelestarian fungsi lingkungan tercantum dalam Pasal 1 butir 5 UUPLH yang diartikan sebagai “rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup”.
Asas, tujuan, dan sasaran pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 UUPLH berbunyi sebagai berikut:
1.    Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Berdasarkan asa tanggung jawab negara, di satu sisi, negara menjamin bahwa pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. Di lain sisi, negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah yurisdiksi negara lain, serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara.
3.    Asas keterlanjutan mengandung makna setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup, harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan.
II.       Sasaran pengelolaan lingkungan hidup
1.    Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup;
2.    Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;
3.    Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
4.    Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;
5.    Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
6.    Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”.
Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana mempunyai arti yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemakaian sumber daya tak terbaharui (non-renewable resource), sehingga aspek-aspek seperti kehematan, daya guna serta hasil guna menjadi mutlak diperhatikan, di samping aspek daur ulang (recyling) yang senantiasa harus diusahakan dengan menggunakan bermacam-macam teknologi, baik teknologi maju maupun teknologi madya dan teknologi sederhana atau teknologi perdesaan (rural technology). Pengendalian pemanfaatan sumber daya secara bijaksana tidak hanya ditujukan kepada penghematan sumber daya tak terbaharui akan tetapi juga kepada pencarian sumber daya alternatif lainnya guna memperoleh energi. Sumber daya lainnya itu dapat berupa biogas (, biomassa, energi angin (wind energy), energi surya (solar energy), OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), energi nuklir, dll.
Prof. Herman Johannes, Gurubesar Universitas Gadjah Mada, menyatakan bahwa sumber tanam (fuel) terbarukan yang memberi harapan besar di Indonesia adalah biomassa nabati yakni dari tumbuh-tumbuhan. Kemungkinan-kemungkinan di Indonesia adalah:
1.    Kayubakar, arang, metanol, dan bensin dari limbah kehutanan dan pertanian.
2.    Kayubakar, arang, metanol, dan bensin dari perkebunan hutan (forest plantations)
3.    Arang, metanol, dan bensin dari alang-alang, eceng gondok, glagah rumput dan gulma (weed) lain, serta dari dedaunan yang runtuh.
4.    Etanol, dan bensin dari gula tebu, dari tepung sagu, singkong, ubi jalar, jagung, sorgum, dari nira nipah, aren, kelapa, lontar (siwalan).
5.    Arang, metanol, dan bensin dari batang, pelepah, dan daun sagu dan nipah.
6.    Biogas, metanol, dan bensin dari limbah organik, eceng gondok, gulma air laut, ganggang
7.    Minyak bumi kasar (crade oil) dari Euphorbia, Pedilanthus, Thevetia, dan tanaman minyak bumi (petroleumplants) lainnya.
8.    Arang, metanol, dan bensin dari sepah tanaman minyak bumi sesudah diekstraksi minyak bumi kasarnya.
9.    Minyak nabati dari berbagai jenis tanaman seperti: jarak, kapok, bunga matahari, sindur, keruwing, kelapa, kelapa sawit.
Masih ada ahli energi di dunia yang meragukan kemungkinan pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi masa depan dengan alasan keterbatasan luas lahan (land) untuk produksi biomassa dan persaingan pemanfaatan lahan untuk pangan dan untuk energi. Walaupun demikian telah ada juga negara yang mengandalkan biomassa sebagai sumber energi masa depannya. Energi biomassa adalah energi surya yang tak langsung. Swedia telah membuat skenario untuk dalam tahun 2015 menjadi “Solar Sweden” atau “Surya Swedia” yang keperluan energinya semata-mata diperoleh dari tenaga surya, terutama dari tenaga biomassa, walaupun konsumsi energinya pada tahun 2015 itu akan naik itu akan naik 37% terhadap konsumsi energi tahun 1975 dan produksi barang dan jasanya akan dua kali lipat produksi dewasa ini (Johannes, 1980: 31-32).

III.    Hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat
Bab III UUPLH menetapkan mengenai hak, kewajiban dan wewenang, yaitu hak dan kewajiban yang ada pada setiap orang serta kewajiban yang ada pada pemerintah. demikian pula wewenang pengaturan yang ada pada pemerintah serta hak masyarakat untuk berperan serta.
1.     Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 5 ayat (1) UUPLH). Hak-hak subyektif (subjective rights) adalah bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang. Hak tersebut memberikan kepada yang mempunyainya suatu tuntutan yang sah guna meminta kepentingannya akan suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat itu dihormati, suatu tuntutan yang dapat didukung oleh prosedur hukum, dengan perlindungan hukum oleh pengadilan dan perangkat-perangkat lainnya.(Heinhard Steiger c.s.)
Tuntutan-tuntutan tersebut mempunyai 2 fungsi yang berbeda yaitu sbb.:
a.    “The Function of Defense (Abwehrfunktion), the right of the individual to defend himself against an interference with his environment which is to his disadvantage;
b.    The Function of Performance (Leistungsfunktion), the right of the individual to demand the performance of an act in order to preserve, to restore or to improve his environment.” (Steiger, 1980: 3)
Fungsi yang pertama, yaitu yang dikaitkan pada hak membela diri terhadap gangguan dari luar yang menimbulkan kerugian pada lingkungannya, dan fungsi yang kedua yang dikaitkan pada hak menuntut dilakukannya sesuatu tindakan agar lingkungannya dapat dilestarikan, dipulihkan atau diperbaiki, ditampung dalam Pasal 20 ayat (2) dan (4) UULH/Pasal 34 UUPLH yang mengatur tentang ganti kerugian kepada orang dan/atau melakukan tindakan tertentu.
Dalam penjelasan pasal 34 ayat (1) UUPLH dinyatakan bahwa tindakan tertentu meliputi misalnya:
a.    Memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b.   Memulihkan fungsi lingkungan hidup;
c.    Menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Penegakan peraturan perundang-undangan adalah perlu sekali bagi perlindungan hukum lingkungan hidup seseorang. Perlindungan ini biasanya dilaksanakan melalui proses peradilan. Akan tetapi ada pula kemungkinan-kemungkinan lain guna penegakan hukum ini, seperti misalnya hak untuk berperan serta dalam prosedur administratif atau untuk mengajukan permohonan banding kepada lembaga-lembaga administratif yang lebih tinggi. Hak-hak fundamental yang khusus dikaitkan pada lingkungan barulah berkembang beberapa tahun terakhir ini.
Konstitusi baru Portugal
·    setiap orang mempunyai hak atas lingkungan yang sehat dan seimbang.
·    kewajiban-kewajiban konkrit bagi Pemerintah untuk menjaga dan mengembangkan lingkungan alam.
·    setiap warganegara mempunyai hak untuk menuntut berakhirnya gangguan-gangguan terhadap haknya atas lingkungan hidup yang sehat, dan bahwa ia dapat menuntut ganti kerugian.
Konstitusi baru Spanyol
·    adanya hak semua orang untuk menikmati lingkungan hidup yang selaras dengan pengembangan pribadinya.
·    mengatur kewajiban lembaga-lembaga pemerintahan untuk mengawasi eksploitasi yang wajar mengenai sumber daya alam dalam rangka melindungi dan memperbaiki kualitas kondisi kehidupan serta untuk melindungi dan memulihkan lingkungan.
·    lembaga legislatif akan mengundangkan peraturan untuk melindungi hak termasuk di dalamnya kewajiban membayar ganti kerugian.
Konstitusi Jepang
·    semua orang mempunyai hak untuk memelihara standar minimum kehidupan yang sehat dan berbudaya.
Hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik sebagaimana tertera dalam berbagai konstitusi dikaitkan dengan kewajiban untuk melindungi lingkungan hidup. Ini berarti bahwa lingkungan hidup dengan sumber-sumber dayanya adalah kekayaan bersama yang dpat digunakan setiap orang yang harus dijaga untuk kepentingan masyarakat dan untuk generasi-generasi mendatang. Perlindungan lingkungan hidup dan sumber daya alamnya dengan demikian mempunyai tujuan ganda, yaitu melayani kepentingan masyarakat secara keselruhannya dan melayani kepentingan individu-individu.
Secara konstitusional, hak subyektif sebagaimana tertera dalam Pasal 5 UUPLH tersebut dapat dikaitkan dengan hak umum yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan “... membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia ...”. serta dikaitkan pula dengan hak penguasaan kepada Negara atas bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berbagai hak subyektif yang berkaitan dengan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta hak-hak lainnya tercantum pula dalam Piagam Hak Asasi Manusia yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Tap MPR No. XVII/MPR/1998 yang ditetapkan oleh Sidang Istimewa MPR tahun 1998.
2.       Hak atas informasi lingkungan hidup
Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup (Pasal 5 ayat (2) UUPLH).  Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan hidup  yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, baik pemantauan penataan maupun pemantauan peubahan kualitas lingkungan hidup, dan rencana tata yuang. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam hubungan dengan masalah informasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.    Pemberian informasi kepada masyarakat
1)        Pemberian informasi yang benar kepada masyarakat adalah prasyarat yang paling penting untuk peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan di bidang lingkungan hidup. Informasi tersebut harus sampai di tangan masyarakat yang akan terkena rencana kegiatan dan informasi itu haruslah diberikan tepat pada waktunya, lengkap dan dapat dipahami (on time, comprehensive and comprehensible). Ketentuan mengenai environmental impact assessment (EIA) di beberapa negara mengandung peraturan tentang penyediaan informasi bagi masyarakat. Pedoman pelaksanaan NEPA 1969 menyatakan bahwa badan-badan federal harus mengumumkan tersedianya rancangan EIA dan harus pula mengirimkannya kepada organisasi dan perorangan yang mengajukan permintaan untuk diberi kesempatan menyampaikan pendapat mereka. Juga ditentukan bahwa badan-badan tersebut harus menyusun metoda untuk mengumumkan tentang adanya rancangan EIA. Salah satu contoh bagaimana hal ini dilaksanakan adalah dengan pengumuman dalam surat kabar setempat. Contoh lain adalah menyusun sebuah daftar kelompok masyarakat, termasuk di dalamnya organisasi-organisasi konservasi alam yang menaruh minat terhadap kegiatan-kegiatan badan-badan tersebut, dan memberitahukan kelompok-kelompok tersebut tentang adanya rancangan EIA atau mengirimkan sebuah eksemplar rancangan tersebut kepada mereka, sesegera rancangan tersebut telah siap
2)        Di Perancis dan Australia terdapat prosedur tentang EIA yang tercantum dalam French Nature Protection Law 1976, yang memuat ketentuan tentang informasi dan peran serta masyarakat. Ketentuan tersebut menyatakan, bahwa etudes d’impact (impact studies), harus disediakan bagi masyarakat dengan cara lain. Untuk itu, badan-badan diwajibkan untuk mengumumkan adanya impact study ini dalam sekurang-kurangnya dua buah suratkabar setempat. Adapun untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat nasional, impact study tersebut perlu diumumkan di sekurang-kurangnya dua suratkabar dengan distribusi nasional. Hal-hal semacam ini terdapat pula dalam peraturan perundang-undangan di Australia. Adapun mengenai “prosedur perizinan” yang dikaitkan dengan peran serta masyarakat dapat dikemukakan, bahwa peran serta ini dilaksanakan apabila mengenai sesuatu yang bersifat formal dan kompleks seperti misalnya prosedur untuk perizinan bangunan-bangunan tenaga nuklir atau bangunan-bangunan industri yang mencemarkan udara
3)        Di Federasi Republik Jerman tahun 1976 (Federal Immission Control Act 1974) dinyatakan, bahwa badan pemberi izin itu diwajibkan mengumumkan dalam kurun waktu dua bulan permohonan pendirian proyek tersebut beserta uraian ringkasnya dan apabila proyek ini adalah pendirian sebuah bangunan tenaga nuklir, maka perlu pula disertakan uraian tentang usaha-usaha pengamanannya. Prosedur perencanaan# umumnya memuat ketentuan mengenai keharusan pemberian informasi kepada masyarakat, terutama apabila menyangkut perencanaan tata guna tanah setempat atau perencanaan proyek setempat. Hal ini berlaku pula bagi perencanaan pembuatan jalan raya dan pelabuhan udara. Mewajibkan pemerintah setempat menjelaskan kepada masyarakat maksud dan tujuan perencanaan pada umumnya dan memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk memberikan pendapatnya tentang hal tersebut. Penjelasan tersebut harus diberikan sedini mungkin dan perlu dikemukakan dampak sesuatu rencana serta alternatif-alternatif lainnya terhadap rencana tersebut. Juga ditentukan bahwa rancangan rencana diumumkan kepada masyarakat dalam waktu satu bulan dan bahwa pemerintah daerah akan memamerkan rancangan rencana tersebut, agar setiap orang dapat mengemukakan keberatan-keberatannya. Di dalam prosedur perencanaan tersebut, seperti misalnya pada proyek-proyek pembuatan jalan besar dan pelabuhan udara, perundang-undangan nasional sering mewajibkan diumumkannya rencana proyek tersebut di semua kotamadya yang secara potensial dapat terkena proyek tersebut dan diumumkannya pula akan adanya pameran tentang rencana tersebut yang terbuka untuk masyarakat di tempat-tempat yang bersangkutan. Di beberapa negara terdapat pula ketentuan mengenai peran serta masyarakat dalam prosedur perencanaan daerah, dalam kaitannya dengan perlindungan lingkungan. Republik Federasi Jerman membuka kesempatan untuk perkumpulan-perkumpulan yang diakui (recognized association), yaitu perkumpulan-perkumpulan yang berminat dan bergerak di bidang perlindungan lingkungan dan yang diakui oleh Pemerintah, guna berperanserta dalam persiapan program-program dan rencana-rencana.
4)        Di Swiss terdapat ketentuan dalam Federal Atomic Energy Act sebagaimana dirobah dalam tahun 1979, yang menyatakan bahwa semua bangunan tenaga nuklir memerlukan izin (Rahmenbewilligung) dari Pemerintah Federasi; izin ini harus pula disetujui oleh Parlemen Federal (Bundesversammlung). Pemerintah Federal berkewajiban mengumumkan setiap permohonan izin dalam lembaran negara dan menyediakan bagi masyarakat dokumen-dokumen yang bersangkutan dengan cara yang pantas (in an appropriate manner). Di samping mengumumkan permohonan izin dan menyediakan dokumen-dokumen tersebut, Pemerintah Federal berkewajiban pula untuk mengumumkan kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari pernyataan-pernyataan dan pendapat-pendapat berupa saran-saran yang dikemukakan oleh badan-badan kantor (pemerintah daerah) dan badan-badan federal serta para ahli. Setiap warganegara berhak menyampaikan keberatan-keberatan terhadap permohonan izin tersebut, juga terhadap kesimpulan dari pernyataan maupun saran-saran tersebut di atas. Swiss Act memuat ketentuan untuk peran serta organisasi-organisasi yang bergerak di bidang konservasi, akan tetapi terbatas pada yang ada di tingkat federal (pusat).
b.        Pemastian penerimaan informasi
Berbagai peraturan perundang-undangan nasioanl telah memuat ketentuan-ketentuan yang mengharuskan badan-badan yang bersangkutan untuk mengumumkan rencana kegiatan-kegiatan dalam penerbitan-penerbitan resmi dan atau melalui media massa, baik pada tingkat lokal, regional maupun pada tingkat nasional, tergantung pada ruang lingkup rencana kegiatan tersebut. Badan-badan tersebut diwajibkan pula untuk memamerkan dalam kurun waktu tertentu dokumen-dokumen seperti misalnya uraian-uraian proyek, permohonan-permohonan izin dan sampai batas tertentu juga laporan-laporan, hasil-hasil studi serta pendapat-pendapat dan saran-saran. Pameran dokumen-dokumen tersebut dilakukan di tempat-tempat umum yang mudah dikunjungi masyarakat.
Di Amerika Serikat dikembangkan kebiasaan, yaitu di samping adanya pengumuman kepada masyarakat melalui media sebagaimana diuraikan di atas, juga dikirimkan pemberitahuan kepada warga masyarakat, kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi konservasi alam yang menaruh perhatian. Daftar mereka ini senantiasa dipelihara untuk keperluan pengiriman pemberitahuan, bahan-bahan, dan sebagainya.
1)   Informasi tepat waktu (timely information)
Peran serta masyarakat yang berhasilguna memerlukan informasi sedini dan seteliti mungkin. Informasi perlu diberikan pada saat belum diambil sesuatu keputusan yang mengikat serta masih ada kesempatan untuk mengusulkan alternatif-alternatif. Memberikan informasi sedini mungkin ini adalah salah satu tujuan dari peraturan perundang-undangan di Amerika Serikat, misalnya tentang keharusan secepat mungkin mengumumkan rancangan Environmental Impact Statement (EIS), mengingat bahwa EIS itu merupakan sarana untuk memperkirakan dampak rencana kegiatan dan bukan untuk membenarkan sesuatu keputusan yang telah diambil.
2)   Informasi lengkap (comprehensive information)
Mengenai isi yang perlu dituangkan dalam informasi terdapat banyak perbedaan dari negara ke negara. Ketentuan yang mengatur hal isi ini, yang dikaitkan dengan peran serta masyarakat, terdapat secara lebih lengkap dalam peraturan perundang-undangan di Amerika Serikat. Draft EIS misalnya sudah harus mempertimbangkan alternatif-alternatif lainnya mengenai sesuatu rencana kegiatan.
3)   Informasi yang dapat dipahami (comprehensible information)
Sesuatu informasi harus dapat dipahami oleh warga masyarakat, karena kalau tidak maka informasi tersebut tidak berguna sama sekali. Pengambilan keputusan di bidang lingkungan hidup sering meliputi masalah-masalah yang amat kompleks dan bersifat teknis ilmiah yang rumit. Namun tetap harus diusahakan agar informasi mengenai masalah tersebut dapat dipahami oleh masyarakat. Oleh karena itu dalam peraturan perundang-undangan beberapa negara dimuat ketentuan mengenai perlunya informasi disajikan dengan bahasa yang dapat dipahami.
Di Amerika Serikat terdapat ketentuan tentang rekomendasi mengenai perlunya EIS dirancang dalam bentuk yang mudah dipahami, dengan perhatian lebih banyak diberikan kepada isi dari informasi daripada kepada bentuk tertentu, atau kepada ketentuan-ketentuan formal lainnya secara ketat. Ketentuan yang sama terdapat di Republik Federasi Jerman mengenai prosedur perizinan. Para pemohon izin diwajibkan menyampaikan uraian singkat mengenai proyek mereka dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat tentang dampak potensial yang ditimbulkan oleh proyek tersebut terhadap lingkungan.
4)   Informasi lintas-batas (transfrontier information)
Bentuk-bentuk dan kegiatan-kegiatan pencemaran tertentu di daerah-daerah perbatasan dapat melintasi batas-batas negara dan memberikan dampak kepada warga masyarakat yang hidup di negara-negara yang berbatasan. Dalam hubungan ini dapat dikemukakan misalnya ketentuan yang menyatakan bahwa badan-badan federal Amerika Serikat harus mempertimbangkan dampak sesuatu kegiatan federal tentang lingkungan hidup terhadap lingkungan hidup di negara-negara lain, atau terhadap laut bebas, atau terhadap wilayah yang tidak bernaung di bawah yurisdiksi nasional, seperti daerah Antartikta.
Untuk keperluan ini, ketentuan menyatakan, bahwa Departemen Luar Negeri, Council on Environmental Quality dan badan-badan federal lainnya diwajibkan guna menyelenggarakan program yang ditujukan kepada penyediaan keterangan-keterangan secara terus-menerus mengenai keadaan lingkungan. Selain daripada itu, badan-badan federal tertentu diwajibkan untuk menetapkan prosedur-prosedur tentang bagaimana dan bilamana negara lain yang terkena dampak itu akan diberitahukan tentang dampak dari suatu kegiatan itu. Upaya lainnya dalam rangka memastikan adanya pemberian informasi lintas-batas adalah melalui perjanjian-perjanjian internasional. Perjanjian 1974 mengenai perlindungan lingkungan yang ditandatangani oleh Denmark, Finland, Norwegia dan Swedia memuat ketentuan-ketentuan yang mewajibkan adanya informasi lintas-batas tersebut (Gundling, 1980: 134-142).
3.       Hak dan kewajiban berperan serta
 Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 5 ayat (3) UUPLH). Peran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau perumusan kebijakan lingkungan hidup. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip keterbukaan. Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas menunjuk kepada mutlak perlunya peran serta setiap orang sebagai anggota masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup , apabila diinginkan program-program di bidang pelestarian fungsi lingkungan berhasil dengan baik. Apabila tindakan-tindakan perlindungan lingkungan hidup diambil untuk kepentingan masyarakat dan apabila masyarakat diharapkan untuk menerima dan patuh kepada tindakan-tindakan tersebut, maka masyarakat hars diberi kesempatan untuk mengembangkan dan mengutarakan pendapatnya.
Lothar Gundling mengemukakan beberapa dasar bagi peran serta masyarakat ini sebagai berikut:
a.    Memberi informasi kepada Pemerintah
Peran serta masyarakat terutama akan menambah pengetahuan khusus mengenai sesuatu masalah, baik yang diperoleh dari pengetahuan khusus masyarakat itu sendiri maupun dari para ahli yang dimimtai pendapat oleh masyarakat. Lebih lanjut peran serta masyarakat tersebut adalah penting dan tak dapat diabaikan dalam rangka memberi informasi kepada Pemerintah mengenai masalah-masalah dan konsekuensi yang timbul dari tindakan yang direncanakan Pemerintah. Dengan demikian Pemerintah dapat mengetahui adanya berbagai kepentingan yang dapat terkena tindakan tersebut dan perlu diperhatikan. Pengetahuan khusus tambahan serta pengetahuan tambahan tentang masalah-masalah yang mungkin timbul itu, yang merupakan masukan peran serta masyarakat, dapat meningkatkan mutu keputusan yang akan diambil dan dengan demikian peran serta masyarakat dapat meningkatkan mutu tindakan Pemerintah dan lembaga-lembaganya untuk melindungi lingkungan hidup.
b.    Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan
Seorang warga masyarakat yang telah memperoleh kesempatan untuk berperanserta dalam proses pengambilan keputusan dan tidak dihadapkan pada suatu fait accompli akan cenderung untuk memperlihatkan kesediaan yang lebih besar guna menerima dan menyesuaikan diri dengan keputusan tersebut. Pada pihak lain, dan ini adalah lebih penting, peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan akan dapat banyak mengurangi kemungkinan timbulnya pertentangan, asal peran serta tersebut dilaksanakan pada saat yang tepat dan berhasilguna. Akan tetapi perlu dipahami, bahwa keputusan tidak pernah akan memuaskan semua kepentingan, semua golongan, atau semua warga masyarakat; namun kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan Pemerintah akan dapat ditingkatkan. Apabila sebuah keputusan akhir diambil dengan memperhatikan keberatan-keberatan yang diajukan oleh masyarakat selama proses pengambilan keputusan berlangsung, maka dalam banyak hal tidak akan ada keperluan untuk mengajukan perkara ke pengadilan.
Apabila sebuah perkara diajukan ke pengadilan, maka lazimnya perkara tersebut memusatkan diri pada suatu kegiatan tertentu. Dengan demikian tidak dibuka kesempatan untuk menyarankan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif lainnya. Sebaliknya, di dalam proses pengambilan keputusan, alternatif-alternatif dapat dan memang dibicarakan, setidak-tidaknya sampai suatu tingkatan tertentu. Selain daripada itu ada beberapa bentuk tindakan administratif, seperti misalnya pemberian izin untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan bahan pencemar (pollutant), di mana undang-undang dapat menangguhkan aksi perdata dengan ketentuan dikaitkan pada tenggang waktu tertentu. Apabila sebuah keputusan dapat mempunyai konsekuensi begitu jauh, maka sangatlah diharapkan, bahwa setiap orang yang akan terkena akibat keputusan itu perlu diberitahukan dan mempunyai kesempatan untuk mengajukan keberatan-keberatannya sebelum keputusan itu diambil.
c.         Mendemokratisasikan pengambilan keputusan
Dalam hubungan dengan peran serta masyarakat ini, ada pendapat yang menyatakan, bahwa dalam pemerintahan dengan sistem perwakilan, maka hak untuk melaksanakan kekuasaan ada pada wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat; dengan demikian, tidak ada keharusan adanya bentuk-bentuk dari peran serta masyarakat karena wakil-wakil rakyat itu bertindak untuk kepentingan rakyat. Dikemukakan pula argumentasi, bahwa dalam sistem perwakilan, peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan administratif akan menimbulkan masalah keabsahan demokratis, karena warga masyarakat sebagai pribadi-pribadi, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi yang turut serta dalam proses pengambilan keputusan tidaklah dipilih atau diangkat secara demokratis. Terhadap kritik-kritik tersebut diatas, dapat diberikan jawaban sebagai berikut :
1)        bahwa demokrasi dengan sistem perwakilan adalah satu bentuk demokrasi, bukan satu-satunya;
2)        bahwa sistem perwakilan tidak menutup bentuk-bentuk demokrasi langsung;
3)        bahwa bukanlah warga masyarakat, sekelompok warga masyarakat atau organisasi yang sesungguhnya mengambil keputusan; mereka hanya berperan-serta dalam tahap-tahap persiapan pengambilan keputusan. Monopoli Negara dan lembaga-lembaganya untuk mengambil keputusan tidaklah dipersoalkan oleh adanya peran serta masyarakat ini. Peran serta masyarakat dapatlah dipandang untuk membantu Negara dan lembaga-lembaganya guna melaksanakan tugas-tugasnya dengan cara yang lebih dapat diterima dan berhasilguna.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendorong Wirausaha (2)

ANALISIS TONGGAK-TONGGAK SEJARAH PERJUANGAN BANGSA

HUBUNGAN PSIKOLOGI DAN ILMU-ILMU LAIN