UNBOR - Peran serta Masyarakat dalam pengelolaan Lingkungan Hidup
Bahan XIII-XIV
A. Pihak yang berperan serta dalam
pengelolaan lingkungan hidup
1. Pengaturan Pemerintah
a.
Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh
Pemerintah.Untuk melaksanakan ketentuan dimaksud Pemerintah:
1)
Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup;
2)
Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan
lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber
daya genetika;
3)
Mengatur perbuatan
hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau subjek hukum lainnya serta
perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk
sumber daya genetika;
4)
Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial;
5)
Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi
lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang
pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang dengan tetap memperhatikan
nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
c.
Pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan secara terpadu oleh
instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab
masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan
keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan
lingkungan hidup.
d. Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan
nasional pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dikoordinasi oleh
Menteri. Dalam rangka penyusunan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan
hidup dan penataan ruang wajib diperhatikan secara rasional dan proporsional
potensi, aspirasi, dan kebutuhan serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang
di masyarakat. Misalnya, perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan
kehidupannya bertumpu pada sumber daya alam yang terdapat di sekitarnya.
2.
Kewajiban
Pemerintah
Dalam
rangka pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah berkewajiban:
a.
Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para
pengambil keputusan dalam pengelolaan
lingkungan hidup;
b.
Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan
kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
hidup;
c.
Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan
kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan Pemerintah dalam upaya pelestarian
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
d.
Mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional
pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup;
e.
Mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat
preemtif, preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup
f.
Memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab
lingkungan hidup;
g.
Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang
lingkungan hidup;
h.
Menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya
kepada masyarakat;
i.
Memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa
di bidang lingkungan hidup.”
Adapun penjelasan ketentuan dimaksud adalah sbb.:
a.
Yang dimaksud dengan pengambil keputusan dalam ketentuan ini
adalah pihak-pihak yang berwenang yaitu Pemerintah, masyarakat dan pelaku
pembangunan lainnya.
b.
Kegiatan ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta
pendidikan dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber
daya manusia.
c.
Peran masyarakat dalam pasal ini mencakup keikutsertaan, baik
dalam upaya maupun dalam proses pengambilan keputusan tentang pelestarian daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dalam rangka peran masyarakat
dikembangkan kemitraan para pelaku pengelolaan lingkungan hidup, yaitu
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat termasuk antara lain lembaga swadaya
masyarakat dan organisasi profesi keilmuan.
d.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan perangkat yang
bersifat preemtif adalah tindakan yang dilakukan pada tingkat pengambilan
keputusan dan perencanaan, seperti tata ruang dan analisis dampak lingkungan
hidup. Adapun preventif adalah tingkatan pelaksanaan melalui penataan baku mutu
limbah dan/atau instrumen ekonomi. Proaktif adalah tindakan pada tingkat
produksi dengan menerapkan standarisasi lingkungan hidup, seperti ISO 14000.
e.
Perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat
preemtif, preventif dan proaktif misalnya adalah pengembangan dan penerapan
teknologi akrab lingkungan hidup, penerapan asuransi lingkungan hidup dan audit
lingkungan hidup yang dilakukan secara sukarela oleh penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan guna meningkatkan kinerja.
3.
Pengelolaan
lingkungan hidup pada tingkat nasional
a.
Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional
dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh
Menteri.
b.
Ketentuan mengenai tugas, fungsi, wewenang dan susunan
organisasi serta tata kerja kelembagaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Presiden.
c.
Lingkup pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada dasarrnya
meliputi berbagai sektor yang menjadi tanggung jawab berbagai departemen dan
instansi pemerintah. Untuk menghindari tumpang tindih wewenang dan benturan
kepentingan perlu adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi
melalui perangkat kelembagaan yang dikoordinasi oleh Menteri.
d.
Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan
kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah berdasarkan
perundang-undangan dapatMelimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan
hidup kepada perangkat di wilayah;
e.
Mengikut sertakan peran Pemerintah Daerah untuk membantu
Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.
f.
Adapun penjelasan dari ketentuan-ketentuan dimaksud adalah sebagai berikut :
1)
Negara Kesatuan Republik Indonesia kaya akan keanekaragaman
potensi sumber daya alam hayati dan non-hayati, karakteristik kebhinekaan
budaya masyarakat, dan aspirasi dapat menjadi modal utama pembangunan nasional.
Untuk itu guna mencapai keterpaduan dan kesatuan pola pikir, dan gerak langkah
yang menjamin terwujudnya pengelolaan lingkungan hidup secara berdaya guna dan
berhasil guna yang berlandaskan Wawasan Nusantara, maka Pemerintah Pusat dapat
menetapkan wewenang tertentu dalam memperhatikan situasi dan kondisi daerah
baik potensi alam maupun kemampuan daerah, kepada perangkat instansi pusat yang
ada di daerah dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.
2)
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Tingkat I dapat
menugaskan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II untuk berperan dalam pelaksanaan
kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan. Melalui
tugas pembantuan ini maka wewenang, pembiayaan, peralatan, dan tanggung jawab
berada pada pemerintah yang menugaskannya.”
g.
Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup,
Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah menjadi
urusan rumah tangganya.
h.
Dengan memperhatikan kemampuan, situasi dan kondisi daerah,
Pemerintah Pusat dapat menyerahkan urusan di bidang lingkungan hidup kepada
daerah menjadi wewenang, tugas, dan tanggung jawab Pemerintah Daerah
berdasarkan asas desentralisasi.
i.
Dengan diundangkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, pelaksanaan asas desentralisasi lebih dipertegas lagi. Yang perlu
memperoleh tekanan adalah peningkatan kemampuan pejabat Daerah di tingkat Propinsi
dan Kabupaten/Kotamadya dalam menopang berbagai pelaksanaan asas
desentralisasi, termasuk di dalamnya adalah peran pejabat Bapedalda. Dalam
hubungan ini, asistensi dapat diberikan oleh Pusat Studi Lingkungan
universitas/institut di daerah yang bersangkutan melalui berbagai kursus dan
penataran.
4.
Berbagai
bentuk prosedur administratif
a.
Analisis mengenai dampak lingkungan
Analisis
ini merupakan kategori yang paling penting dalam rangka prosedur administratif.
Mengenai hal ini tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan di
berbagai negara (termasuk Indonesia dalam Pasal 14 UUPLH). National
Environmental Policy Act (NEPA) 1969 dari Amerika Serikat mewajibkan adanya
environmental impact assessment (EIA) untuk setiap rekomendasi atau laporan
mengenai usul perundang-undangan dan setiap kegiatan federal utama yang dapat
memberikan dampaknya yang penting terhadap kualitas lingkungan. Ketentuan dalam
NEPA 1969 ini merupakan ketentuan yang pertama dalam rangka pembuatan analisis
dampak lingkungan yang kemudian diikuti negara-negara lain.
b.
Prosedur dan perencanan perizinan
Hal ini
adalah penting sekali apabila dikaitkan dengan bentuk dan kegiatan industri
yang dapat merusak lingkungan. Prosedur semacam ini terdapat misalnya dalam
peraturan perundang-undangan Republik Federasi Jerman, yang meliputi di
antaranya Federal Immission Control Act 1974, Atomic Energy Act sebagaimana
dirobah dalam tahun 1976, dan Federal Water Supply Act dengan perobahannya pada
tahun 1976. Perencanaan guna mencapai tujuan perlindungan lingkungan meliputi
terutama perencanaan tata guna tanah dengan berbagai cabangnya seperti
perencanaan perkotaan, perencanaan proyek lokal dan perencanaan pengembangan
wilayah. Di samping kategori ini, terdapat pula beberapa prosedur perencanaan
khusus yang meliputi aspek-aspek perlindungan lingkungan seperti misalnya
perencanaan jalan raya, pelabuhan udara, fasilitas penyimpanan irradiated
nuclear fuel.
c.
Pembuatan peraturan
Di
beberapa negara terdapat ketentuan-ketentuan mengenai prosedur formal yang
mengatur pengikutsertaan masyarakat dalam persiapan penyusunan peraturan
perundang-undangan administratif.
Berger
Inquiry (Amerika) telah menciptakan cara-cara baru tentang prosedur peran serta
dalam menganalisis secara lengkap dampak terhadap lingkungan. Dalam hubungan
ini telah dikembangkan 4 macam dengar pendapat, yaitu:
1)
formal hearings yang diadakan untuk menerima penjelasan
tentang usulan proyek konstruksi pipa dan untuk meneliti masalah-masalah teknis
yang timbul maupun dampak proyek terhadap lingkungan hidup;
2)
community hearings yang diadakan sejalan dengan formal
hearings untuk memberi kesempatan kepada penduduk yang tinggal sepanjang
koridor proyek yang direncanakan, guna menyampaikan pandangan mereka terhadap
proyek tersebut;
3)
special hearings, yang diadakan untuk meneliti
masalah-masalah khusus berkaitan dengan eksploirasi gas di bagian Utara dan
kegiatan-kegiatan produksinya; dan
4)
southern hearings, yang diadakan di kota-kota besar di bagian
Selatan Kanada untuk memberi kesempatan kepada warga-warga Kanada yang tidak
dapat menghadiri rapat-rapat northern hearings, guna mengemukakan pandangannya.
Teknik
lain yang dikembangkan di Amerika Serikat adalah apa yang disebut citizen
review boards. Di dalam badan ini wewenang pengambilan keputusan didelegasikan
kepada wakil-wakil warga masyarakat yang dipilih atau diangkat untuk duduk
dalam badan tersebut. Wewenang yang diberikan adalah untuk meninjau berbagai
alternatif rencana dan memutuskan rencana mana yang akan dilaksanakan.
Bentuk
apa yang paling cocok untuk masyarakat kita dalam rangka penyaluran peran serta
ini, merupakan sesuatu yang perlu dipelajari dengan mengingat pola budaya,
adat-istiadat, aspirasi yang ada dalam masyarakat kita sendiri. Apabila di
dalam Pasal 5 ayat (3) UUPLH tersebut dicantumkan bahwa hak berperan setiap
orang diatur dengan peraturan perundang-undangan, ini tidaklah berarti bahwa
peran serta tersebut perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Dapat pula tentang peran serta tersebut diatur sebagai bagian dari peraturan
perundang-undangan, seperti peran serta masyarakat yang diatur dalam berbagai
undang-undang organik UULH sebagai pasal tersendiri.
Dalam
hubungan ini dapat diberikan contoh seperti Undang-undang No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-undang No.
5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, Undang-undang No. 10 Tahun 1992
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera,
Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dan undang-undang
lainnya, yang kesemuanya mempunyai pasal atau ketentuan tersendiri mengenai
peran serta masyarakat.
B.
Hak
dan kewajiban masyarakat
1.
Peran
serta masyarakat
a. Pasal 5 ayat (3)
UUPLH menyatakan: “Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.”. Penjelasan ayat ini berbunyi: “Peran sebagaimana dimaksud
dalam pasal ini meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan, baik dengan
cara mengajukan keberatan, maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara
lain dalam proses penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau perumusan
kebijakan lingkungan hidup. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip keterbukaan.
Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan
pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan
lingkungan hidup.” Ketentuan-ketentuan
tersebut di atas menunjukan perlunya
peran serta setiap orang sebagai anggota masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup , apabila diinginkan program-program di bidang pelestarian
fungsi lingkungan berhasil dengan baik. Apabila tindakan-tindakan perlindungan lingkungan hidup
diambil untuk kepentingan masyarakat dan apabila masyarakat diharapkan untuk
menerima dan patuh kepada tindakan-tindakan tersebut, maka masyarakat harus
diberi kesempatan untuk mengembangkan dan mengutarakan pendapatnya.
b. Lothar Gundling
mengemukakan beberapa dasar bagi peran serta masyarakat ini sebagai berikut:
c.
Memberi informasi kepada Pemerintah
Peran serta
masyarakat terutama akan menambah pengetahuan khusus mengenai sesuatu masalah,
baik yang diperoleh dari pengetahuan khusus masyarakat itu sendiri maupun dari
para ahli yang dimimtai pendapat oleh masyarakat. Lebih lanjut peran serta
masyarakat tersebut adalah penting dan tak dapat diabaikan dalam rangka memberi
informasi kepada Pemerintah mengenai masalah-masalah dan konsekuensi yang
timbul dari tindakan yang direncanakan Pemerintah. Dengan demikian Pemerintah
dapat mengetahui adanya berbagai kepentingan yang dapat terkena tindakan
tersebut dan perlu diperhatikan. Pengetahuan khusus tambahan serta pengetahuan
tambahan tentang masalah-masalah yang mungkin timbul itu, yang merupakan
masukan peran serta masyarakat, dapat meningkatkan mutu keputusan yang akan
diambil dan dengan demikian peran serta masyarakat dapat meningkatkan mutu
tindakan Pemerintah dan lembaga-lembaganya untuk melindungi lingkungan hidup.
d.
Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan
Seorang
warga masyarakat yang telah memperoleh kesempatan untuk berperanserta dalam
proses pengambilan keputusan dan tidak dihadapkan pada suatu fait accompli akan
cenderung untuk memperlihatkan kesediaan yang lebih besar guna menerima dan
menyesuaikan diri dengan keputusan tersebut. Pada pihak lain, dan ini adalah
lebih penting, peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan akan
dapat banyak mengurangi kemungkinan timbulnya pertentangan, asal peran serta
tersebut dilaksanakan pada saat yang tepat dan berhasilguna. Akan tetapi perlu
dipahami, bahwa keputusan tidak pernah akan memuaskan semua kepentingan, semua
golongan, atau semua warga masyarakat; namun kesediaan masyarakat untuk
menerima keputusan Pemerintah akan dapat ditingkatkan.
e.
Memperhatikan keberatan-kleberatan
Apabila
sebuah keputusan akhir diambil dengan memperhatikan keberatan-keberatan yang
diajukan oleh masyarakat selama proses pengambilan keputusan berlangsung, maka
dalam banyak hal tidak akan ada keperluan untuk mengajukan perkara ke
pengadilan. Apabila sebuah perkara diajukan ke pengadilan, maka lazimnya
perkara tersebut memusatkan diri pada suatu kegiatan tertentu. Dengan demikian
tidak dibuka kesempatan untuk menyarankan dan mempertimbangkan
alternatif-alternatif lainnya. Sebaliknya, di dalam proses pengambilan
keputusan, alternatif-alternatif dapat dan memang dibicarakan, setidak-tidaknya
sampai suatu tingkatan tertentu. Selain daripada itu ada beberapa bentuk
tindakan administratif, seperti misalnya pemberian izin untuk kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan bahan pencemar (pollutant), di mana undang-undang dapat
menangguhkan aksi perdata dengan ketentuan dikaitkan pada tenggang waktu
tertentu. Apabila sebuah keputusan dapat mempunyai konsekuensi begitu jauh,
maka sangatlah diharapkan, bahwa setiap orang yang akan terkena akibat
keputusan itu perlu diberitahukan dan mempunyai kesempatan untuk mengajukan
keberatan-keberatannya sebelum keputusan itu diambil.
f.
Mendemokratisasikan pengambilan keputusan
Dalam
hubungan dengan peran serta masyarakat ini, ada pendapat yang menyatakan, bahwa
dalam pemerintahan dengan sistem perwakilan, maka hak untuk melaksanakan
kekuasaan ada pada wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat; dengan
demikian, tidak ada keharusan adanya bentuk-bentuk dari peran serta masyarakat
karena wakil-wakil rakyat itu bertindak untuk kepentingan rakyat. Dikemukakan
pula argumentasi, bahwa dalam sistem perwakilan, peran serta masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan administratif akan menimbulkan masalah keabsahan
demokratis, karena warga masyarakat sebagai pribadi-pribadi, kelompok-kelompok
atau organisasi-organisasi yang turut serta dalam proses pengambilan keputusan
tidaklah dipilih atau diangkat secara demokratis.
2.
Pengembangan
kesadaran masyarakat
a.
Uapaya
peningkatan peran serta
1)
Teknis Pelaksanaan peran serta
2)
Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan
kemitraan;
3)
Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
4)
Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
5)
Memberikan saran pendapat;
6)
Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.
7)
Penjelasan dari ketentuan diatas adalahj sebagai berikut :
a)
Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat
untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan
lingkungan hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya.
b)
Meningkatnya kemampuan dan kepeloporan masyarakat akan
meningkatkan efektivitas peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
c)
Meningkatnya ketanggapsegeraan masyarakat akan semakin
menurunkan kemungkinan terjadinya dampak negatif.
d)
Dengan meningkatnya ketanggapsertaan akan meningkatkan
kecepatan pemberian informasi tentang suatu masalah lingkungan hidup sehingga
dapat segera ditindaklanjuti.
e)
Sungguhpun masalah lingkungan hidup sudah terdapat lama di
Tanah Air kita, namun penanganannya menurut pendekatan ekosistem masih baru,
sedangkan kunci berhasilnya program pengembangan lingkungan hidup berada di
tangan manusia dan masyarakat.
f)
Karena itu sangat penting menumbuhkan pengertian, penghayatan
dan motivasi di kalangan masyarakat untuk ikut serta dalam mengembangkan
lingkungan hidup.
b.
Dua jalur ikhtiar
1)
Mengembangkan pengertian dan penghayatan kesadaran lingkungan
melalui pendidikan formal dan nonformal;
2)
Mengajak serta kelompok-kelompok masyarakat untuk ikut serta
dalam gerakan pengembangan lingkungan hidup seperti:
a)
Pimpinan Agama, bertolak dari fikiran bahwa pelestarian dan
penggunaan sumber alam pemberian Tuhan merupakan bagian dari ajaran agama;
b)
Wanita, berdasarkan pengamatan bahwa wanita merupakan
kelompok mayoritas (51%) dari jumlah penduduk Indonesia dan terlibat
sehari-hari dalam lingkungan rumahtangga, lingkungan permukiman dan lingkungan
sosial;
c)
Pemuda, sebagai generasi yang mewarisi lingkungan hidup dan
sumber alam di masa depan yang paling berkepentingan dengan kelestarian sumber
daya alam. Sekaligus penglibatan diri pemuda dalam pengembangan lingkungan
merupakan pula unsur pendidikan luar sekolah untuk menumbuhkan kecintaan Tanah
air dan semangat patriotisme;
d)
Wartawan dan komunikator lainnya untuk dapat menjadi pembawa
pesan, penggerak dan motivator dari sikap hidup dengan nilai-nilai pelestarian
lingkungan di masyarakat;
e)
Organisasi masyarakat lainnya yang bergerak di bidang
lingkungan dan secara sukarela melibatkan diri dalam pengembangan lingkungan.
c.
Pendidikan dan pengembangan kebudayaan
Pendidikan
dan pengembangan kebudayaan perlu memberi sumbangan pada sistem nilai dan sikap
hidup seperti: Pendidikan dan pengembangan kebudayaan perlu memberi sumbangan
pada sistem nilai dan sikap hidup seperti:
1)
Mampu memelihara keseimbangan antara pemenuhan kepentingan
diri dengan kepentingan lingkungan sosial dan kepentingan alam. Kemampuan
intelektual berkembang untuk bisa berdiri di atas kaki sendiri dalam rangka
tanggung jawab diri kepada lingkungan sosial dan lingkungan alam.
2)
Memiliki kadar solidaritas sosial dan solidaritas alam yang
besar. Langkah tindak diri pribadi diambil dengan kesadaran dan perhitungan
pengaruh akibatnya kepada lingkungan sosial dan lingkungan alam;
3)
Mampu menempatkan diri sebagai bagian dari peri kehidupan
kosmos yang tumbuh berkembang dengan keutuhan pertumbuhan keseimbangan
(equilibrium);
4)
Bisa melihat dalam perspektif dan horison transgenerasi,
sehingga sikap laku pribadi mengindahkan keadaan masa dan kepentingan generasi
depan;
5)
Sistem nilai masyarakat yang memandang pelestarian sumber
alam, mencegah kerusakan alam, menghindarkan pencemaran lingkungan dan
mengelola sumber alam secara bijaksana sebagai suatu hal yang terpuji, sedangkan
kebalikan daripada ini dipandang sebagai tindakan dan perbuatan yang sangat
tercela.
6)
Penanaman pengertian tentang manfaat yang diperoleh dari
pengembangan keserasian dan keseimbangan lingkungan hidup dapat disalurkan
melalui berbagai jalur pendidikan sebagai berikut:
a)
Pendidikan formal: Di sekolah-sekolah dasar, menengah dan
perguruan tinggi;
b)
Pendidikan nonformal: Di kursus-kursus dan kegiatan-kegiatan
lainnya yang diselenggarakan di luar lembaga-lembaga pendidikan formal;
c)
Pendidikan informal: Di dalam keluarga dan kehidupan
sehari-hari dalam masyarakat.
3.
Pendekatan
Pendidikan
a.
Pola Pendidikan
1)
Apabila pada pendidikan formal di tingkat pendidikan dasar
dan menengah pendekatannya adalah integratif-ekologi, di tingkat pendidikan
tinggi perlu dilaksanakan pendekatan integratif-ekologi melalui
Matakuliah-matakuliah Umum (MKU) serta pendekatan monolitik melalui
matakuliah-matakuliah yang berhubungan dengan lingkungan hidup, seperti
ekologi, ekologi manusia, ekonomi lingkungan, hukum lingkungan, dan sebagainya.
Masalah-masalah lingkungan hidup memerlukan pemecahan secara interdisipliner
oleh para cendekiawan berbagai bidang ilmu yang mempunyai wawasan lingkungan.
Kurikulum pendidikan tinggi harus mampu menghasilkan cendekiawan berwawasan
lingkungan itu.
2)
Pada pendidikan nonformal perlu diperhatikan penyusunan dari
naskah-naskah yang mudah dibaca dan dipahami. Dengan mengingat keadaan
setempat, penggunaan bahasa daerah dalam penyusunan naskah-naskah tersebut
perlu memperolehperhatian agar langsung mencapai sasaran.
3)
Mengingat kemajemukan masyarakat kita, yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti tingkat pendidikan, adat istiadat, letak geografis,
dan sebagainya, maka cara-cara menanamkan pengertian tersebut harus
berbeda-beda pula. Pada pendidikan informal, di mana pengaruh dari keluarga
serta anggota masyarakat di sekitarnya dirasakan dalam kehidupan sehari-hari,
dapat di antaranya diusahakan adanya pemasangan poster tentang lingkungan hidup
di berbagai tempat yang banyak dikunjungi masyarakat seperti di pasar,
tempat-tempat pertunjukan, dan sebagainya.
4)
Pembicaraan yang santai di kedai-kedai kopi oleh
pemuka-pemuka masyarakat (informal leaders) merupakan usaha yang dapat
memberikan hasil yang baik. Di dalam melaksanakan pendidikan nonformal dan
informal ini, lembaga swadaya masyarakat memegang peranan penting.
Pengalaman-pengalaman yang mereka perolehdalam kegiatan-kegiatan pelestarian
lingkungan dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk meningkatkan pelaksanaan program
pendidikan nonformal dan informal lingkungan hidup. Masukan-masukan dari
lembaga swadaya masyarakat sangat berguna pula untuk penyusunan materi
instruksional bagi pendidikan formal, terutama untuk pendidikan lingkungan
hidup di tingkat-tingkat pendidikan dasar dan menengah, sedang masukan-masukan
untuk tingkat pendidikan tinggi dapat diperoleh dari pusat-pusat studi
lingkungan.
b.
Tujuan pendidikan lingkungan hidup
1)
Mencapai sasaran yang melipitu ruang lingkup :
2)
Pengenalan lingkungan hidup pada umumnya (tingkat SD dan
SLTP);
3)
Pengenalan dan identifikasi
masalah-masalah lingkungan hidup (tingkat SMU);
4)
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah lingkungan hidup
(tingkat Perguruan Tinggi);
5)
Membudayakan concern terhadap lingkungan hidup, yaitu
memasukkannya dalam tata nilai bersama (value-clarification dan
value-formation);
6)
Menggugah kesadaran untuk mau berbuat, baik secara pribadi
maupun secara kelompok masyarakat, untuk menanggulangi masalah lingkungan
hidup, yang berarti pula meningkatkan keterampilan mengatur diri dan kelompok
masyarakat dalam suatu lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan
kegiatan-kegiatan di bidang lingkungan hidup.
7)
Pemberian matakuliah Hukum Lingkungan sesuai SK Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 17/D/O/1993 dimaksudkan agar para mahasiswa yang
kemudian menyelesaikan pendidikannya di fakultas hukum, menjadi sarjana hukum
yang mampu memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan pembangunan berwawasan
lingkungan, pembangunan berkelanjutan.
8)
Seorang sarjana hukum yang ahli hukum lingkungan diperlukan
bagi berbagai kepentingan, yaitu:
(a)
Sebagai dosen hukum lingkungan di fakultas hukum;
(b)
Sebagai peneliti di bidang hukum lingkungan;
(c)
Sebagai perancang peraturan perundang-undangan lingkungan;
(d)
Sebagai konsultan/mediator/pengacara dalam penyelesaian
sengketa lingkungan;
(e)
Sebagai konsultan dalam penyusunan AMDAL;
(f)
Sebagai penulis, editor, penerjemah penerbitan hukum di
bidang lingkungan.
min, trus apa ketentuan yang harus dilaksanakan dalam mengelola lingkungan keluarga?
BalasHapustugas saya nih min, mohon dibantu ::
min, trus apa ketentuan yang harus dilaksanakan dalam mengelola lingkungan keluarga?
BalasHapustugas saya nih min, mohon dibantu ::